Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) adalah salah satu momok yang dihadapi pemerintah Indonesia untuk mencapai komitmen iklim di tahun 2030. Dari 2010 hingga 2017, kebakaran di lahan gambut menjadi salah satu dari tiga penyumbang utama emisi Gas Rumah Kaca dari sektor hutan dan lahan, bahkan menjadi penyumbang terbesar pada 2014 dan 2015. Karhutla juga mengakibatkan bencana asap beracun yang berdampak pada kesehatan dan menjadi gangguan diplomatik dengan negara-negara tetangga. Untuk itu, Madani mengulas data Karhutla 2019 serta menganalisis potensi Area Rawan Terbakar 2020 dan estimasi Area Potensi Terbakar 2020 sebagai bentuk peringatan dan pencegahan dini agar bencana besar Karhutla tidak terjadi lagi.
Data Karhutla 2019 menunjukkan bahwa total area terbakar 2019 adalah seluas 1,64 juta hektare. Ini merupakan kebakaran terparah kedua dalam lima tahun terakhir setelah karhutla 2015 seluas 2,6 juta hektare. Tiga Provinsi dengan kebakaran terluas meliputi Sumatera Selatan (343.350 ribu hektare), Kalimantan Tengah (318.460 hektare), dan Kalimantan Barat (151.880 hektare). Sementara itu, tiga kabupaten dengan kebakaran terluas meliputi Ogan Komering Ilir (194.300 hektare), Merauke (107.450 hektare), dan Ketapang (91.370 hektare).
BACA JUGA: Jurus Bangkit yang Ramah Lingkungan
Dari 1,64 juta hektare, lebih dari 1 juta hektare di antaranya merupakan areal yang baru terbakar pada 2019 atau belum terbakar sebelumnya. Analisis Madani menunjukkan adanya indikasi korelasi antara luas areal kebakaran yang baru di tiga provinsi tersebut dengan laju penambahan luas tutupan sawit. Berdasarkan data 2015-2018, tiga provinsi tersebut memiliki laju penambahan luas tutupan sawit yang sangat masif, yakni Kalimantan Barat 129.471 hektare per tahun, Kalimantan Tengah 123.444 hektare per tahun dan Sumatera Selatan 78.607 hektare per tahun.
Temuan Madani menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut termasuk ke dalam wilayah prioritas restorasi gambut serta mayoritas kebakaran terjadi di tutupan lahan non-hutan. Upaya pencegahan Karhutla yang efektif yaitu menjaga hutan alam dengan baik dapat dilakukan melalui pengendalian ekspansi perkebunan sawit, terutama lewat optimalisasi Instruksi Presiden Nomor 8/2018 terkait Moratorium Sawit, Instruksi Presiden Nomor 6/2019 soal Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan dan Instruksi Presiden No.5 tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut
Karhutla 2019 masih terjadi di Ekosistem Gambut yang menyimpan cadangan karbon sangat besar yaitu 57 Gigaton. Sebesar 44% (727.972 hektare) kebakaran 2019 terjadi di fungsi ekosistem gambut dengan rincian 329.798,75 hektare terjadi di Fungsi Ekosistem Gambut Indikatif Budidaya Non Kubah Gambut, 305.001,43 hektare terjadi di Fungsi Ekosistem Gambut Indikatif Fungsi Lindung Kubah Gambut, dan 93.181,09 hektare terjadi di Fungsi Ekosistem Gambut Indikatif Fungsi Lindung Non Kubah Gambut. Sehingga pemerintah perlu memperjelas strategi percepatan restorasi gambut setelah mandat Badan Restorasi Gambut (BRG) yang akan habis pada 2020 serta pemerintah perlu merevisi peraturan yang memperlemah upaya perlindungan kubah gambut seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 10 Tahun 2019.
Analisis Madani juga menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara keberadaan areal izin/konsesi dengan Karhutla 2019. Karhutla 2019 di Kawasan Hutan khususnya Hutan Produksi mayoritas terjadi di areal yang sudah dibebani izin yaitu seluas 191.350,07 Hektare.
Selanjutnya, fakta lain menunjukkan bahwa kebakaran di Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) atau areal yang dilindungi oleh Inpres Moratorium Hutan Primer dan Lahan Gambut seluas 516.926 hektare mayoritas (51,82% atau 267.890,35 hektare) terjadi di areal yang berdekatan dengan izin/konsesi.
Area terbakar tahun 2019 yang terdapat di Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) luasnya sebesar 132.235 hektare. Mayoritas (57,46% atau 75.981,57 hektare) terjadi di areal yang berdekatan dengan izin/konsesi atau tumpah tindih dengan izin/konsesi, khususnya izin sawit dan IUPHHK HT.
Dengan adanya fakta-fakta tersebut, pemerintah perlu memperkuat penegakan hukum terhadap pemegang izin/konsesi yang areal izinnya terjadi kebakaran, serta menghentikan proses legislasi terhadap aturan yang memperlemah upaya pencegahan Karhutla seperti RUU Cipta Kerja yang menghilangkan prinsip strict liability dalam penegakan hukum lingkungan.
BACA JUGA: Deforestasi Indonesia 2019 dan Pencapaian Komitmen Iklim Indonesia
Hasil analisis Madani, di tahun 2020 terdapat 5 provinsi yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan memiliki Area Rawan Terbakar terluas dibandingkan dengan provinsi lainnya dikarenakan tingkat kerentanan yang tinggi terjadinya kebakaran.
Selama Januari hingga Maret 2020, jumlah hotspot terbesar terdeteksi pada bulan Maret sebesar 4.907 titik, disusul Januari sebanyak 3.823 titik, dan paling kecil terjadi pada bulan Februari sebanyak 3.753 titik.
Provinsi yang memiliki hotspot terbanyak adalah Riau, berjumlah 3.239 titik, disusul Kalimantan Timur dengan 1168 titik, dan Sumatera Utara sebanyak 884 titik. Hotspot di Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Utara letaknya saling berdekatan satu sama lain (hotspotnya memiliki kerapatan tinggi) sehingga Area Potensi Terbakar di tiga provinsi tersebut cukup luas yakni 16.728 hektare, 3.550 hektare, dan 3.235 hektare.
Untuk itu, perlu perhatian khusus terhadap provinsi yang memiliki tingkat kerentanan kebakaran yang paling tinggi serta provinsi yang memiliki hotspot dengan kerapatan tinggi dengan mempersiapkan aksi mitigasi kebakaran sejak dini dan menjadikan provinsi-provinsi tersebut sebagai daerah prioritas pemantauan untuk mencegah meluasnya Karhutla di tahun 2020.
Referensi
Artikel
Leah Burrows, “Smoke from 2015 Indonesian fires may have caused 100,000 premature deaths | Harvard John A. Paulson School of Engineering and Applied Sciences,” diakses dari https://www.seas.harvard.edu/news/2016/09/smoke-2015-indonesian-fires-may-havecaused-100000-premature-deaths pada 8 Mei 2020.
Pantau Gambut. 2020. Lahan Gambut Menjaga Perubahan Iklim. Diakses di https://www.pantaugambut.id/pelajari/peran-penting-lahan-gambut/lahan-gambut-menjaga-perubahan-iklim pada 27 Mei 2020
Data Spasial
Area Terbakar (https://geoportal.menlhk.go.id/arcgis/rest/services/KLHK)
Batas Administrasi RBI BIG (https://portal.ina-sdi.or.id)
Tutupan Lahan 2018 (https://geoportal.menlhk.go.id/arcgis/rest/services/KLHK)
Konsesi (Berbagai Sumber)
Titik Hotspot Januari-Maret 2020 (https://firms.modaps.eosdis.nasa.gov/)
Dokumen
Presentasi Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, “Peran Non-Party Stakeholders dalam Inventarisasi GRK,” dipresentasikan pada 4 April 2019.
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit (2015-2017; 2016-2018; 2017-2019)