Foto utama: Demonstrasi ‘Fridays for Future’ di Berlin, March 29 2019. FELIPE TRUEBA/EPA-EFE

Dampak perubahan iklim mengancam seluruh lapisan umat manusia,termasuk masa depan anak di dunia – yang akan lebih parah apabila negara-negara di seluruh dunia gagal meredam perubahan iklim dan menyediakan lingkungan yang bersih dan sehat yang penting bagi kesejahteraan mereka. Laporan bersama yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), UNICEF dan jurnal medis The Lancet menyebutkan bahwa perubahan iklim, degradasi ekologis, migrasi penduduk, konflik, ketidaksetaraan yang meluas, dan praktik predator komersial mengancam kesehatan dan masa depan anak-anak di setiap negara.

Sementara anak-anak di negara-negara kaya memiliki kesempatan yang lebih baik untuk bertahan hidup dan terjamin kesejahteraannya, ironisnya, negara-negara kaya itu justru berkontribusi pada emisi karbon secara tidak proporsional – mayoritas justru lebih besar yang mengancam masa depan semua anak di dunia.

Tidak ada satupun negara yang memiliki perencanaan kinerja yang sempurna terkait tiga kategori perlindungan anak:pertumbuhan anak, keberlanjutan, dan pemerataan. Untuk itu negara-negara harus merombak pendekatan terhadap kesehatan anak dan remaja, untuk memastikan bahwa kita tidak hanya menjaga anak-anak kita hari ini, tetapi juga melindungi dunia yang akan kita wariskan kepada anak-anak di masa depan. (https://www.dw.com; 20 Februari 2020).

BACA JUGA: Berbagi Gagasan Jadi Caraku Menunjukkan Kepedulian Terhadap Krisis Iklim Dunia

Laporan Dana Anak-anak PBB (UNICEF) terbaru menyebutkan sekitar satu miliar anak atau hampir setengah dari 2,2 miliar anak di dunia, tinggal di 33 negara yang termasuk “beresiko sangat tinggi” terhadap dampak krisis iklim. Laporan Agustus 2021 ini menyebutkan, anak-anak menghadapi kombinasi ancaman mematikan dari paparan berbagai cuaca ekstrim dan guncangan lingkungan dengan kerentanan tinggi karena layanan fundamental yang tidak memadai, seperti air dan sanitasi, perawatan kesehatan, dan pendidikan.

Ket: ilustrasi protes terhadap krisis iklim. Sumber: Bright Green

Anak-anak yang tinggal di Republik Afrika Tengah, Chad, Nigeria, Guinea, dan Guinea-Bissau adalah yang paling rentan, ancaman yang mereka hadapi antara lain permasalahan kesehatan, pendidikan, dan keamanan, serta resiko terpapar penyakit mematikan,” bunyi laporan UNICEF yang bekerjasama dengan Fridays for Future (dikenal sebagai School Strike for Climate). Laporan UNICEF ini merupakan analisis komprehensif pertama tentang risiko iklim dari sudut pandang anak.

Untuk pertama kalinya, kami memiliki gambaran lengkap tentang di mana dan bagaimana letak kerentanan anak-anak terhadap perubahan iklim, dan gambaran itu hampir tak terbayangkan karena terlalu mengerikan. Dampak krisis iklim merusak hampir keseluruhan spektrum hak-hak anak, mulai dari akses udara bersih, makanan, dan air yang aman; atas pendidikan, perumahan, kebebasan dari eksploitasi, dan bahkan hak mereka untuk bertahan hidup. Hampir tidak ada kehidupan anak yang tidak terpengaruh,” kata Henrietta Fore, Direktur Eksekutif UNICEF.

Laporan ini juga memberi peringkat negara-negara berdasarkan paparan anak-anak terhadap ancaman krisis iklim dan bencana alam, seperti angin topan dan gelombang panas, serta kerentanan mereka terhadap guncangan tersebut, berdasarkan akses mereka ke layanan penting.

Laporan ini menemukan bahwa 240 juta anak sangat rentan terhadap banjir pesisir; 330 juta anak sangat rentan terhadap banjir sungai; 400 juta anak sangat terpapar angin topan; 600 juta anak sangat terpapar penyakit yang ditularkan melalui vektor; 815 juta anak sangat terpapar polusi timbal; 820 juta anak sangat terpapar gelombang panas; 920 juta anak sangat rentan terhadap kelangkaan air; satu miliar anak sangat terpapar polusi udara tingkat yang sangat tinggi (https://www.beritasatu.com; 23 Agustus 2021).

BACA JUGA: Biar Kamu Tetap Positif Setelah Membaca Laporan IPCC

Diperkirakan 850 juta anak atau satu dari tiga anak di seluruh dunia, tinggal di daerah dengan setidaknya empat dari ancaman krisis iklim dan bencana alam ini tumpang tindih. Sebanyak 330 juta anak atau satu dari tujuh di seluruh dunia, tinggal di daerah yang terkena setidaknya lima guncangan besar.

Sementara itu ada keterputusan antara di mana emisi gas rumah kaca dihasilkan dan di mana anak-anak menanggung dampak paling signifikan  dari krisis iklim. Sejumlah 33 negara “berisiko sangat tinggi” secara kolektif hanya mengeluarkan 9% emisi karbon global. Sebaliknya, dari 10 negara dengan emisi tertinggi dan secara kolektif menyumbang hampir 70 % emisi global, hanyasatu negara yang diberi peringkat “sangat berisiko”.

Perubahan iklim sangat tidak adil. Sementara tidak ada anak yang bertanggung jawab atas kenaikan suhu global, mereka akan membayar biaya tertinggi. Hal yang menyedihkan, nak-anak dari negara yang kontribusinya terhadap krisis iklim paling rendah justru akan paling menderita,” kata Fore.

Krisis iklim Ciptakan Krisis Hak Anak

Krisis iklim adalah tantangan hak asasi manusia terutama untuk anak dan sudah terbukti memiliki dampak yang menghancurkan pada kesejahteraan anak-anak secara global. Memahami di mana dan bagaimana anak-anak secara unik rentan terhadap krisis ini sangat penting dalam merencanakan aksi memitigasinya. Indeks Risiko Iklim Anak memberikan pandangan komprehensif pertama tentang keterpaparan dan kerentanan anak-anak terhadap dampak perubahan iklim untuk membantu memprioritaskan tindakan bagi mereka yang paling berisiko dan pada akhirnya memastikan anak-anak saat ini mewarisi planet yang layak huni. 

Ket: Anak-anak yang terlibat dalam pawai iklim COP23. Sumber: Iris Times

Kita melintasi batas-batas utama dalam sistem alam Bumi, termasuk perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan meningkatnya tingkat polusi di udara, tanah, air, dan lautan. Bahaya, guncangan, dan tekanan iklim dan lingkungan sudah memiliki dampak yang menghancurkan kesejahteraan anak secara global. Ketika batas-batas ini dilanggar, demikian pula keseimbangan alam yang rapuh yang menjadi sandaran peradaban manusia untuk tumbuh dan berkembang.

BACA JUGA: Indonesia Akhiri Kerja Sama REDD+ Dengan Norwegia, Pemerintah: Komitmen Iklim Indonesia Tidak Akan Terpengaruh

Anak-anak di dunia tidak dapat lagi mengandalkan kondisi ini, dan harus membuat jalan mereka di dunia yang akan menjadi jauh lebih berbahaya dan tidak pasti di tahun-tahun mendatang. Krisis iklim yang secara tidak langsung akan menciptakan krisis hak-hak anak dari krisis air, kesehatan, pendidikan, perlindungan dan keamanan, bahkan partisipasi dalam ruang publik yang ditimbulkan, tentu akan mengancam keberlangsungan hidup anak-anak di kemudian hari.

Semua itu melanggar hak anak – seperti yang digariskan dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak. Sayangnya, ini baru permulaan. Menurut laporan terbaru IPCC, emisi gas rumah kaca global perlu dikurangi setengahnya pada tahun 2030 dan dikurangi menjadi nol pada tahun 2050 untuk menghindari dampak yang lebih buruk, yang sayangnya sebagian besar negara tidak berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target ini. Hanya dengan tindakan yang benar-benar transformatif, kita akan mewariskan pesawat yang layak huni kepada anak-anak.(*)

Sumber:

https://www.beritasatu.com/dunia/817521/unicef-satu-miliar-anak-terancam-dampak-perubahan-iklim; 23 Agustus 2021

https://www.unicef.org/reports/climate-crisis-child-rights-crisis; Agustus 2021

https://www.dw.com/id/pbb-perubahan-iklim-ancam-masa-depan-semua-anak-anak/a-52432346; 20 Februari 2020