Kita sadar bahwa saat ini pandemi Covid-19 masih berada pada titik krusial yang dapat dipastikan bahwa hampir seluruh sektor kehidupan dunia, terutama perekonomian dan kesehatan masih lesu tak berdaya. Sejalan dengan itu, sebenarnya kita pun juga tengah dihadapkan pada satu kondisi yang juga membutuhkan penanganan serius dari seluruh umat manusia seperti krisis iklim dunia.
Bak dua sisi mata uang yang saling berlawanan dengan pandemi Covid-19, krisis iklim menjadi permasalahan serius karena mengancam keselamatan bumi dan keberlanjutan ekosistem yang ada di dalamnya.
Krisis iklim menjadi salah satu tantangan terbesar di abad ke-21, di mana suhu bumi yang semakin panas telah menyebabkan pola iklim global menjadi berubah secara drastis. Suhu rata-rata bumi mengalami peningkatan dalam jangka waktu yang lama, sebagian besar disebabkan oleh gas rumah kaca yang terjebak di stratosfer.
BACA JUGA: Banyak Manfaat Hutan Bagi Kehidupan, Tapi Apakah Kita Sudah Menjaganya?
Di sisi lain, gas rumah kaca sendiri ditimbulkan oleh kegiatan manusia yang melepaskan emisi ke udara, khususnya karena adanya pembakaran energi fosil, penggundulan hutan serta kerusakan alam yang meliputi lautan. Dampaknya, intensitas kekeringan panjang, banjir dan cuaca ekstrim semakin meningkat sehingga hal tersebut memicu terjadinya daya kerusakan yang sangat besar. Adapun dampak jangka panjangnya, manusia bisa terancam pada berbagai situasi krisis, mula dari krisis pangan, air bersih hingga terancam terusir dari tanah yang ditinggali.
Lantas, bagaimana caranya keluar dari krisis iklim? Tentunya melalui berbagai langkah yang harus dimulai saat ini juga. Di antaranya dengan beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi bersih terbarukan seperti tenaga surya dan angin, menghentikan penggundulan dan kerusakan hutan juga lahan gambut, pun dengan cara memulihkan ekosistem yang rusak.
Selain langkah-langkah tersebut di atas, kita juga bisa bersumbangsih lewat aksi-aksi sederhana untuk menyelamatkan bumi dari krisis iklim yang melanda. Diantaranya dengan sebisa mungkin menggunakan produk lokal yang ramah lingkungan, hemat listrik dan air, mematikan peralatan elektronik bila tidak sedang dipakai, melakukan penghijauan di sekitar rumah, beralih ke transportasi publik, bergabung ke dalam komunitas yang memperjuangkan keadilan iklim, salah satunya adalah Koprol Iklim, dan terakhir mengelola sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Berbicara tentang mengelola sampah, adanya pandemi Covid-19 memberikan hikmah positif tersendiri bagi bangsa ini. Salah satunya adalah mengajarkan kita untuk senantiasa produktif meskipun berada di dalam rumah. Sebagai bentuk langkah meminimalisir sampah berserakan di rumah, saya bersama kakak perempuan saya mengolah sampah sebagai media tanam yang berdaya guna tinggi dan memiliki manfaat jangka panjang.
Ket: Tanaman cabai yang ditanam di cangkang telur ayam. Foto: dokumentasi pribadi penulis.
Salah satunya dengan memanfaatkan sampah cangkang telur ayam untuk dijadikan sebagai media pembibitan tanaman bawang putih dan cabai merah. Seperti tampak pada gambar, terdapat 16 buah cangkang telur ayam yang sudah dijadikan media tanam. Adapun hal tersebut kami lakukan bukan tanpa alasan, mengingat bahwa cangkang telur ayam mengandung kalsium karbonat yang juga bisa berfungsi sebagai pupuk tanaman.
Bila ketinggian tanaman sudah merampas ruang gerak di cangkang telur, maka tanaman tersebut siap untuk dipindahkan ke media tanam yang lebih lebar, yakni pot bunga. Namun jangan khawatir dengan sampah cangkang telur ayam di media tanam sebelumnya, karena masih bisa diolah kembali untuk dijadikan pupuk. Yakni dengan cara menghancurkan dan mencampurkannya dengan bahan lain seperti ampas kopi, and voila jadilah pupuk yang berfungsi memberikan nutrisi bagi tanaman dan membantu mengurangi keasaman tanah. Mudah bukan? Sampah terminimalisir, tanaman di rumah juga menjadi lebih sehat dan sarat akan nutrisi yang baik.
BACA JUGA: Mengayuh Sepeda, Menambah Imun Mengurangi Jejak Karbon
Masih tentang mengolah limbah sampah, kami juga memanfaatkan kemasan refill minyak goreng, mika bekas hantaran kue, kemasan snack berbentuk standing pouch dan gelas air mineral yang semuanya berbahan plastik sebagai media tanam untuk membudidayakan tanaman sirih cina, sawi hijau, cabai merah dan jeruk lemon.
Kami menggunakan media tanam yang berbahan plastik karena plastik termasuk sampah non organik dimana membutuhkan waktu yang lama untuk mengurainya. Karenanya, mengapa tidak memanfaatkannya sebagai media tanam, dalam rangka ikhtiar kita menjaga bumi agar tetap sehat.
Ket: Tanaman sawit hijau yang di tanaman di media gelas plastik. Foto: dokumentasi penulis.
Well, sebagaimana berurutan pada gambar, terdapat kemasan snack berbentuk standing pouch dan gelas air mineral bekas yang menjadi media tanam cabai merah dan sawi hijau. Selanjutnya ada sirih cina yang ditanam di atas mika bekas hantaran kue berdampingan dengan tanaman jeruk lemon yang dibudidayakan di dalam kemasan refill minyak goreng sebagai media tanamnya.
Rimbunan hijau daunnya benar-benar memanjakan mata bagi siapa saja yang melihatnya. Si hijau yang memiliki banyak manfaat, namun acapkali dipandang sebelah mata. Sebagai informasi, tanaman sirih cina adalah tanaman gulma (pengganggu) yang biasa tumbuh liar di selokan, parit, pinggiran sungai, pekarangan rumah dan dinding luar rumah yang lembab. Namun, siapa sangka bahwa tanaman gulma yang bersifat sebagai pengganggu tersebut menyimpan sejuta manfaat bagi tubuh. Di antaranya sebagai tanaman obat-obatan sekaligus bisa jadi sayur alias menu makanan (superfood).
Sumber: Youtube KLHK
Sebagai tanaman obat, sirih cina bermanfaat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti abses, jerawat, radang kulit, sakit perut, dan hipertensi. Sebagai bahan makanan, ia bisa dijadikan sebagai sayuran dalam menu masakan pecel.
Kembali ke aktivitas di kala pandemi, selain tetap bisa membuat diri senantiasa produktif meski hanya berada di dalam rumah, melakukan aktivitas bercocok tanam juga membawa kita berperan serta ikut ambil bagian dalam rangka menyehatkan bumi dengan cara mengolah sampah plastik menjadi media tanam.
So, tidak ada kata terlambat untuk memulai aksi, karena semua hasil yang gemilang berawal dari langkah kecil kita untuk memulainya. Lingkungan sehat, bumi pun selamat. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Salam baik. #AyoBeraksi #TunjukkanAksimu
Penulis: Iin Fauziah
Ibu Rumah Tangga
Foto utama: tanaman sirih . Dokumentasi pribadi penulis.