Dalam pengelolaan hutan di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki terminologi dan definisi yang mengatur tentang klasifikasi hutan sebagaimana yang termaktub dalam Perdirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan No.P.1/VII-IPSDH/2015, Dokumen FREL 2016, SNI 8033, 2014, dan SNI 7645-1, 2014. Hutan primer dan hutan sekunder merupakan bagian dari hutan alam.
Menurut KLHK, Hutan Primer didefinisikan sebagai seluruh kenampakan hutan yang belum menampakkan bekas tebangan/gangguan. Sedangkan seluruh kenampakan hutan yang telah menampakkan bekas tebangan/gangguan disebut Hutan Sekunder. Secara sederhana, Hutan Alam merupakan gabungan antara Hutan Primer dan Hutan Sekunder; sedangkan Hutan sendiri mencakup Hutan Primer, Hutan Sekunder, dan Hutan Tanaman.
BACA JUGA: Silang Sengkarut Izin Sawit Terhadap Beberapa Izin Lainnya
Sementara itu, untuk Deforestasi, ada pengertian tentang Deforestasi Bruto dan Deforestasi Netto. Deforestasi Bruto (DB) adalah perubahan penutupan lahan dari berhutan menjadi tidak berhutan perubahan kondisi penutupan lahan dari kelas penutupan lahan kategori Hutan (berhutan) menjadi kelas penutupan lahan kategori Non Hutan (tidak berhutan), tanpa memperhitungkan adanya reforestasi yang terjadi. Sedangkan Deforestasi Netto adalah perubahan/pengurangan luas penutupan lahan dengan kategori berhutan pada kurun waktu tertentu yang diperoleh dari perhitungan luas deforestasi bruto dikurangi dengan luas reforestasi.
Dalam analisis Spasial Madani terhadap Data Deforestasi Bruto yang bersumber dari geoportal KLHK, ditemukan bahwa akumulasi deforestasi bruto (DB) dari tahun 2003 hingga tahun 2018 terdata seluas 12,4 juta hektare. Dari deforestasi bruto (DB) ini, tertinggi terjadi pada tahun 2003 hingga tahun 2006 yang luasnya mencapai 3,5 juta hektare. Peringkat berikutnya terjadi di tahun 2006 hingga 2009 yang mencapai 2,5 juta hektare. Sementara deforestasi bruto (DB) terendah terjadi di tahun 2017 – 2018 yang mencapai 494 ribu hektare. Sementara jika diakumulasikan seluruh data dari tahun 2003 hingga 2018, maka rerata deforestasi bruto (DB) per tahun mencapai 828 ribu hektare.
Jika semua data deforestasi bruto (DB) diintegrasikan dari tahun 2003 hingga 2018 maka akan terlihat adanya periode yang menunjukan deforestasi mengalami pengulangan 2 kali dan 3 kali. Interval deforestasi yang mengalami pengulangan 2 kali paling lama adalah 14 tahun kemudian yaitu dari 2003-2006 dan kembali terjadi di lokasi yang sama pada tahun 2017-2018. Selain itu, jika kita perhatikan terdapat pula pola deforestasi berulang sebanyak 3 kali, paling tinggi seluas 5.261 hektar terdata mencakup periode 2003-2006 terulang di 2009-2011 dan terjadi lagi di lokasi yang sama pada tahun 2014-2015.
Jika melihat persebaran deforestasi bruto (DB) di tiap-tiap provinsi dalam kurun waktu dari tahun 2003 hingga 2018, provinsi Riau menjadi provinsi dengan nilai deforestasi bruto (DB) tertinggi yang mencapai 1,8 juta hektare, disusul oleh Kalimantan Tengah yang angka deforestasi bruto (DB) mencapai 1,4 juta hektare, Kalimantan Timur dengan angka deforestasi bruto (DB) mencapai 1,2 juta hektare dan Kalimantan Barat yang angka deforestasi bruto(DB) nya mencapai 1,1 juta hektare.
Sementara untuk provinsi yang memiliki hutan alam tersisa terluas di tahun 2018 adalah provinsi Papua dengan luas hutan alam tersisa sebesar 24,9 juta hektare disusul provinsi Papua Barat dengan luas hutan alam tersisa 8,8 juta hektare. []
Mengulas Hilangnya Hutan Indonesia 2018-2019
Analisis Spasial Madani terhadap Data Deforestasi Bruto yang bersumber dari geoportal KLHK, ditemukan bahwa deforestasi bruto (DB) dari tahun 2018 hingga tahun 2019 mencapai 466 ribu hektare. Dan provinsi yang memiliki deforestasi bruto (DB) tertinggi dari tahun 2018 hingga tahun 2019 adalah provinsi Riau dengan luas 142 ribu hektare, kemudian provinsi Sumatera Selatan dengan luas deforestasi bruto (DB) 60 ribu hektare dan provinsi Kalimantan Timur dengan deforestasi bruto (DB) mencapai 54 ribu hektare.
Menilik perubahan tutupan lahan di area deforestasi tahun 2018 – 2019, dominan area deforestasi bruto (DB) 2018-2019 mengalami perubahan tutupan menjadi tutupan lahan tanah terbuka di tahun 2019, dengan luas mencapai 396 ribu hektare.
BACA JUGA: Silang Sengkarut Izin
Kemudian disusul menjadi semak/belukar seluas 31 ribu hektare, perkebunan seluas 16 ribu hektare, semak/belukar rawa seluas 8 ribu hektare, dan pertanian lahan kering bercampur semak sebesar 5 ribu hektare.
Jika melihat berdasarkan kawasan hutannya, deforestasi bruto (DB) tahun 2018-2019 banyak terjadi di Hutan Produksi, yang luasnya 299 ribu hektare atau 64 persen dari total nilai deforestasi bruto (DB) 2018-2019.
Sedangkan jika dilihat dari tutupan lahan 2019, maka area tersebut dominan menjadi tanah terbuka di tahun 2019, dengan luas 396 ribu hektare atau sebesar 85 persen dari total nilai deforestasi bruto (DB) 2018-2019. Sementara jika melihat dari izin kelola hutan, deforestasi bruto (DB) 2018-2019 banyak terjadi di wilayah IUPHHK HTI yang mencapai 270 ribu hektare atau sebesar 58 persen dari total nilai deforestasi bruto (DB) 2018-2019. [ ]