Pada 23 April 2020, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengumumkan angka deforestasi atau laju hilangnya hutan Indonesia periode 2018-2019, yakni 462,4 ribu hektare. Angka ini merupakan angka deforestasi bersih, yaitu luas hutan yang hilang dikurangi dengan angka penanaman kembali atau reforestasi. Laju deforestasi kotor Indonesia tahun 2018-2019 mengalami sedikit penurunan dari periode sebelumnya (2017-2018) sebesar 493,9 ribu hektare.


Jika kita lihat tren dari tahun 2013 hingga 2019, laju hilangnya hutan Indonesia menunjukan kecenderungan penurunan, namun melonjak tinggi di tahun 2014-2015 yang bertepatan dengan periode Pemilihan Umum. Akan tetapi, laju deforestasi Indonesia masih berada di atas ambang batas yang tidak boleh dilampaui untuk mencapai target atau komitmen iklim (NDC), yaitu maksimal 450 ribu hektare per tahun sebelum tahun 2020 dan maksimal 325 ribu hektare per tahun pada periode 2020-2030.

Mewaspadai deforestasi terencana

Penurunan angka deforestasi Indonesia pada periode 2018-2019 adalah sesuatu yang menggembirakan. Namun, hal tersebut dibayangi oleh kekhawatiran akan deforestasi terencana Indonesia yang cukup besar dan mampu menggagalkan pencapaian komitmen iklim Indonesia. Salah satu indikator hal tersebut adalah hutan alam yang terlanjur berada di wilayah izin/konsesi skala besar. Berdasarkan analisis Madani, pada tahun 2018, hutan alam yang berada di wilayah izin perkebunan sawit mencapai 3.415.602 hektare. Jika seluruh hutan alam tersebut dibabat, Indonesia akan melampaui kuota deforestasi yang tidak boleh terlampaui untuk mencapai komitmen iklim pada periode 2020-2030 yakni seluas 3.250.000 hektare.

Sementara itu, menurut data dari Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, hutan alam yang berada di wilayah IUPHHK-HT atau Hutan Tanaman Industri mencapai 2,9 juta hektare, termasuk 1,49 juta hektare yang berada di area dengan arahan lindung. Apabila hutan alam tersebut hilang akibat perluasan area tanam Hutan Tanaman Industri, komitmen iklim Indonesia dari pengurangan deforestasi juga akan terancam.

Selain itu, berdasarkan analisis Madani, terdapat 9,5 juta hektare hutan alam di luar Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) dan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) dan di luar wilayah izin/konsesi yang terancam karena belum terlindungi oleh kebijakan Inpres Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (Moratorium Permanen Hutan dan Lahan Gambut). Hutan alam seluas 9,5 juta hektare ini mendesak untuk dimasukkan ke dalam wilayah penghentian izin baru agar Indonesia dapat mencapai target iklimnya.

Apa saja yang harus dilakukan agar komitmen iklim tercapai?

Meskipun angkanya tidak terlalu signifikan, penurunan angka deforestasi ini patut diapresiasi. Agar Indonesia dapat mencapai komitmen iklimnya – khususnya dari pengurangan deforestasi – berbagai kebijakan korektif yang telah dikeluarkan pemerintah perlu diperkuat, antara lain sebagai berikut:
Memperluas cakupan kebijakan penghentian izin baru di hutan alam primer dan lahan gambut (PIPPIB) ke seluruh hutan alam yang belum dibebani izin dan berada di luar PIPPIB maupun PIAPS, khususnya untuk melindungi 9,5 juta hektare hutan alam yang terancam.

Memperluas target restorasi gambut dari target saat ini seluas 2,78 juta hektare pada 2020 berdasarkan Peta Prioritas Wilayah Restorasi Gambut. Dengan memperluas target restorasi gambut menjadi 4,6 juta hektare pada 2030, potensi carbon removal tambahan yang bisa didapatkan adalah 11tCO2e/hektare/tahun.

Merealisasikan izin perhutanan sosial dan pemberdayaan masyarakat di wilayah-wilayah dengan risiko deforestasi tinggi dalam PIAPS seluas 1,37 juta hektare yang berpotensi menyumbang 34,6% dari pencapaian target NDC kehutanan Indonesia dari pengurangan deforestasi.

Memastikan pencegahan degradasi hutan menjadi salah satu prioritas program pemerintah Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim. Memfokuskan pendekatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut dan penguatan kebijakan dan penegakan hukum pada kebakaran hutan dan lahan. Melindungi hutan alam yang berada di dalam konsesi kehutanan maupun perkebunan melalui inovasi kebijakan dan insentif REDD+.

Selain itu, pemerintah dan DPR harus menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja yang berpotensi melemahkan aturan perlindungan hutan dan lingkungan secara umum, yang berisiko menggagalkan pencapaian komitmen iklim Indonesia.

Catatan terkait definisi deforestasi

Dalam data spasial deforestasi KLHK yang dianalisis oleh Madani di atas, terdapat deforestasi yang terekam berulang dengan interval 3-14 tahun. Hal ini kemungkinkan karena definisi formal deforestasi yang dianut pemerintah turut mencakup hutan tanaman sebagai kelas lahan hutan sehingga hilangnya hutan tanaman yang terjadi dalam interval tahun tertentu akibat siklus pemanenan. Untuk itu, Madani menyarankan pemerintah agar mengadopsi definisi deforestasi yang membedakan antara hilangnya hutan alam (primer maupun sekunder) dan hilangnya hutan tanaman agar didapatkan data yang lebih jelas untuk pemantauan hutan maupun pencapaian target iklim Indonesia.