Penurunan Deforestasi dan Target NDC, Indonesia telah berhasil menekan deforestasi hutan alam di bawah batas deforestasi NDC.
Melindungi hutan alam tersisa selayaknya menempati peringkat utama dalam hirarki aksi mitigasi perubahan iklim karena pentingnya hutan alam sebagai penjaga stok karbon, keanekaragaman hayati, dan jasa lingkungan lainnya. Studi menunjukkan bahwa hutan alam yang masih baik (intact forests) dan kaya akan keanekaragaman hayati bukan hanya menyimpan lebih banyak karbon, tetapi juga lebih stabil dalam menjaga stok karbon.[1]
Dalam First NDC (2016), Indonesia menetapkan bahwa untuk mencapai komitmen iklim yang tertuang dalam NDC pada 2030, deforestasi tidak boleh melebihi 450.000 hektare pada periode 2013-2020 dan 325.000 hektare pada periode 2020-2030.[2] Dalam konteks NDC sebagaimana tercantum dalam Peta Jalan Implementasi NDC, deforestasi yang dimaksud adalah perubahan hutan alam menjadi non-hutan alam.
Grafik di bawah ini mengilustrasikan laju deforestasi hutan alam Indonesia dari periode 2012-2013 hingga 2019-2020 (garis biru) dan posisinya terhadap batas deforestasi yang tercantum dalam NDC (garis oranye).
Gambar 1. Deforestasi Hutan Alam dan Batas Deforestasi NDC 2012-2020 (Ha)
Sumber: Data Deforestasi KLHK dan First NDC
Dari 7 periode inventarisasi deforestasi hutan alam seperti Gambar 14 di atas, pemerintah Indonesia berhasil menekan deforestasi hutan alam hingga berada di bawah batas deforestasi 450.000 hektare/tahun pada 4 periode, yaitu 2013-2014, 2017-2018, 2018-2019, dan 2019-2020.
BACA JUGA: Kebijakan Kontradiktif yang Mengintai Capaian Penurunan Deforestasi Indonesia
Dalam periode 2018-2019 dan 2019-2020, Indonesia bahkan berhasil menekan deforestasi hutan alam hingga berada di bawah batas deforestasi 325.000 hektare/tahun yang merupakan batas deforestasi untuk periode 2020-2030. Dengan demikian, pemerintah Indonesia sesungguhnya masih memiliki ruang untuk meningkatkan ambisi iklimnya dengan menurunkan kuota deforestasi hingga lebih rendah lagi pada dekade ini.
Deforestasi dalam Long-Term Strategy 2050, Seberapa rendah deforestasi Indonesia dapat turun dalam Long-Term Strategy 2050?
Dalam Long-Term Vision 2050, Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) yang dipaparkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada konsultasi publik LTS-LCCR bulan Maret 2021, di bawah skenario Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP) atau skenario paling ambisius, Indonesia menargetkan mencapai puncak emisi Gas Rumah Kaca dengan net sink di sektor hutan dan penggunaan lahan (FOLU) pada 2030 dan berproses menuju net zero pada tahun 2070.
Dinyatakan pula bahwa dalam skenario LCCP, Indonesia harus mengurangi emisi dari sektor energi hingga hampir mencapai nol dan meningkatkan serapan karbon atau removal dari sektor hutan dan lahan. Untuk mencapainya, butuh transformasi dalam sistem energi dan pangan berbasis lahan. Skenario ini juga berpotensi menimbulkan trade-off di antara berbagai target yang membutuhkan lahan, termasuk target ketahanan energi, ketahanan pangan, konservasi, keanekaragaman hayati, dan pencegahan deforestasi.
Beberapa angka dalam skenario paling ambisius dapat dilihat di Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Skenario LCCP di Sektor FOLU: Kehutanan
Sumber: Presentasi KLHK (2021)
Deforestasi dalam skenario LCCP menurun, namun belum mencapai nol
Bahkan dalam skenario Long-Term Strategy yang paling ambisius untuk mencapai pembangunan rendah karbon yang berketahanan iklim, kuota deforestasi Indonesia belum mencapai nol. Dalam skenario LCCP, laju deforestasi pada periode 2010-2030 dinyatakan sebesar 241 ribu hektare/tahun atau total 5.061.000 hektare pada periode 2010-2030. Angka aktual deforestasi hutan alam pada periode tahun 2010-2019 mencapai 4.909.498 hektare sehingga untuk tetap berada di dalam batas kuota deforestasi LCCP, pada dekade ini (2020-2030) sisa kuota deforestasi hutan alam Indonesia hanya tersisa 151.502 ribu hektare atau sekitar 13,7 ribu hektare per tahun.
Sementara itu, skenario LCCP menargetkan laju deforestasi sebesar 99 ribu hektare/tahun pada periode 2031-2050, yang berarti kuota cukup besar untuk mendeforestasi, yakni 1.980.000 hektare pada periode ini.
Secara keseluruhan, dari tahun 2010-2050, skenario paling ambisius ini masih mengizinkan deforestasi sebesar 7.041.000 hektare. Jika dikurangi dengan deforestasi hutan alam pada periode 2010-2019, sisa kuota deforestasi Indonesia pada periode 2021-2050 tersisa sekitar 2.131.502 hektare atau sekitar 71.050 hektare per tahun. Indonesia telah berhasil menekan deforestasi hutan alam hingga 116.911 hektare pada 2019-2020. Agar selaras dengan skenario LCCP, Indonesia harus menekan deforestasi hutan alam lebih jauh lagi agar tidak lebih dari 71 ribu hektare per tahun.
Meskipun demikian, bahkan skenario yang paling ambisius ini pun masih mengizinkan deforestasi hutan alam yang cukup besar hingga tahun 2050 dan belum merefleksikan target penghentian deforestasi hutan alam pada 2030 sebagaimana tercantum dalam New York Declaration on Forest (NYDF) yang di-endorse pemerintah Indonesia pada 23 September 2014.[3]
Tabel 1. Kuota Deforestasi dalam LCCP 2010-2050 (Ha)
Periode 2010-2030 | Kuota Deforestasi LCCP | Periode of 2010-2030 | Aktual Deforestasi Hutan Alam | Periode 2031-2050 | Kuota Def LCCP | Periode 2031-2050 | Aktual Deforestasi Hutan Alam |
2010 | 241,000 | 2010-2011 | 196,750[4] | 2031 | 99,000 | 2031-2032 | |
2011 | 241,000 | 2011-2012 | 628,866 | 2032 | 99,000 | 2032-2033 | |
2012 | 241,000 | 2012-2013 | 864,842 | 2033 | 99,000 | 2033-2034 | |
2013 | 241,000 | 2013-2014 | 331,735 | 2034 | 99,000 | 2034-2035 | |
2014 | 241,000 | 2014-2015 | 749,910 | 2035 | 99,000 | 2035-2036 | |
2015 | 241,000 | 2015-2016 | 776,546 | 2036 | 99,000 | 2036-2037 | |
2016 | 241,000 | 2016-2017 | 632,878 | 2037 | 99,000 | 2037-2038 | |
2017 | 241,000 | 2017-2018 | 423,215 | 2038 | 99,000 | 2038-2039 | |
2018 | 241,000 | 2018-2019 | 187,846 | 2039 | 99,000 | 2039-2040 | |
2019 | 241,000 | 2019-2020 | 116,911 | 2040 | 99,000 | 2040-2041 | |
2020 | 241,000 | 2020-2021 | 2041 | 99,000 | 2041-2042 | ||
2021 | 241,000 | 2021-2022 | 2042 | 99,000 | 2042-2043 | ||
2022 | 241,000 | 2022-2023 | 2043 | 99,000 | 2043-2044 | ||
2023 | 241,000 | 2023-2024 | 2044 | 99,000 | 2044-2045 | ||
2024 | 241,000 | 2024-2025 | 2045 | 99,000 | 2045-2046 | ||
2025 | 241,000 | 2025-2026 | 2046 | 99,000 | 2046-2047 | ||
2026 | 241,000 | 2026-2027 | 2047 | 99,000 | 2047-2048 | ||
2027 | 241,000 | 2027-2028 | 2048 | 99,000 | 2048-2049 | ||
2028 | 241,000 | 2028-2029 | 2049 | 99,000 | 2049-2050 | ||
2029 | 241,000 | 2029-2030 | 2050 | 99,000 | |||
2030 | 241,000 | 2030-2031 | |||||
Total | 5,061,000 | 4,909,498 | 1,980,000 |
Sumber: KLHK (diolah)
Tentunya pencapaian komitmen iklim dan Long-Term Vision Indonesia tidak hanya bertumpu pada penurunan deforestasi, tetapi juga penurunan degradasi, pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut, rehabilitasi hutan dan lahan, serta restorasi gambut.[]
Referensi:
[1] Dooley, K et al. 2018. Missing Pathways to 1.5°C: The role of the land sector in ambitious climate action. Climate Land Ambition and Rights Alliance, diunduh dari climatelandambitionrightsalliance.org/report
[2] First NDC Indonesia, 2016.
[3] Lihat https://www.nydfglobalplatform.org/#goals dan https://www.nydfglobalplatform.org/endorsers/
[4] Angka ini didapatkan dari merata-ratakan angka deforestasi hutan alam 2009-2011 dengan total seluas 393,500 hektare untuk periode 2 tahun (2009/2010 dan 2010/2011).