Pertemuan global terbesar bagi penanganan perubahan iklim, COP26 UNFCCC (Pertemuan Negara-Negara Pihak pada Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim) telah berlangsung di Glasgow, Inggris, tanggal 31 Oktober – 13 November 2021. Delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo. COP26 telah berhasil menyepakati Glasgow Climate Pact dan menuntaskan Paris Rule Book yang akan menjadi panduan implementasi Paris Agreement (Persetujuan Paris).

Glasgow Climate Pact menekankan pentingnya upaya bersama dalam membatasi kenaikan suhu global 1,5 derajat Celcius. Dokumen tersebut juga mencerminkan pandangan yang selalu diserukan Indonesia mengenai pentingnya peningkatan ambisi yang didasarkan pada implementasi konkrit atas komitmen tiap negara, termasuk pemenuhan komitmen dukungan pendanaan negara maju kepada negara berkembang (https://kemlu.go.id; 23/November/2021).

Pemenuhan komitmen ini akan menjadi salah satu faktor penentu tercapainya target Paris Agreement secara penuh.

Kemajuan lain adalah penuntasan panduan implementasi Pasal 6 Paris Agreement tentang pasar karbon global. Hal ini sejalan dengan rencana Indonesia untuk mendorong pemanfaatan nilai ekonomi karbon sebagai bagian dari aksi pengendalian perubahan iklim.

Melalui Perpres No. 98 tahun 2021, Indonesia akan memulai proses perdagangan karbon dan implementasi carbon pricing untuk mendukung pencapaian komitmen aksi iklim NDCs Indonesia.

BACA JUGA: Bagaimana Perhutanan Sosial Berkontribusi pada Penurunan Emisi

Di samping akan mendukung penurunan emisi, upaya ini juga akan memungkinkan perluasan sumber-sumber pendanaan aksi iklim melalui pelibatan sektor swasta dan aktor non-Pemerintah lainnya, serta memperbaiki kualitas aset alam Indonesia, baik yang berupa hutan, lahan gambut, maupun mangrove.

Glasgow Climate Pact juga merupakan dokumen pertama dalam forum perubahan iklim global yang memberikan referensi khusus untuk mengurangi penggunaan batu bara, atau “coal phase down“. Phasing down of coal diharapkan akan mendorong kemajuan transisi energi ke energi baru terbarukan, secara selaras dengan terjaganya energy security dan terpenuhinya akses energi yang terjangkau bagi penduduk seluruh negara.

Salah satu pencapaian penting lainnya, khususnya bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, adalah kesepakatan untuk memperkuat keterkaitan antara penanganan perubahan iklim dengan pembangunan sektor kelautan (ocean-climate nexus). Presiden Joko Widodo telah menyampaikan pernyataan bersama negara-negara yang tergabung dalam Archipelagic and Island States (AIS) Forum, atau Forum Negara Kepulauan dan Pulau Kecil.  COP26 juga sepakat untuk memandatkan UNFCCC agar ke depannya menyelenggarakan pertemuan tahunan secara berkala mengenai isu ini.

Meskipun di tengah situasi pandemi, COP 26 ini merupakan COP terbesar yang dilaksanakan. Hasil akhir COP26 tersebut dipandang sebagai komitmen iklim global paling ambisius sejak Paris Agreement.  Dalam pidato penutupan, Presiden COP 26, Alok Sharma, menegaskan bahwa komitmen yang telah disepakati negara-negara tersebut perlu segera ditindaklanjuti dengan aksi konkret. Meskipun masih jauh dari sempurna, Glasgow Climate Pact merupakan langkah maju yang perlu dikawal bersama.

Janji Tidak Cukup Jauh Batasi Kenaikan Suhu

Menurut Laksmi Dhewanthi, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam pernyataan tertulis dari Glasgow, Minggu (14/11/2021), banyak negara pihak yang menggarisbawahi bahwa janji itu tidak cukup jauh untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius. (https://mediaindonesia.com; 14 November 2021)

“Pada akhirnya negara-negara pihak sepakat untuk ‘menghentikan secara bertahap’ daripada ‘menghapus’ batubara. Meskipun beberapa pihak mengekspresikan kekecewaannya, namun kesepakatan tersebut setidaknya merefleksikan adanya kondisi nasional yang berbeda-beda,” tutur Laksmi. 

Pasal 6 tentang Mekanisme Kerja Sama (Article 6) Pasal 6 Paris Agreement akhirnya telah diadopsi. Dengan diadopsinya agenda ini, maka Paris Rules Book mendekati lengkap, sehingga implementasi komitmen Para Pihak di bawah Persetujuan Paris dapat dilakukan secara utuh dan efektif. Indonesia memandang, salah satu elemen penting dalam agenda ini adalah aturan main mengenai kerjasama antar negara maupun antara pelaku usaha dengan otorisasi nasional sebagai bagian upaya pemenuhan komitmen NDC-nya.

Kerjasama ini dapat dilakukan dengan pendekatan pasar dan adanya transfer unit maupun pendekatan non pasar tanpa adanya transfer unit. “Keputusan ini diharapkan dapat mendukung upaya Indonesia dalam menerapkan instrumen Nilai Ekonomi Karbon, yang pengaturannya baru terbit melalui Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021,” ucap Laksmi. 

Mitigasi Indonesia menyayangkan agenda pembahasan elemen Kerangka Pelaporan NDC (Common Time Frame/CTF of NDCs) pada COP26 tidak menghasilkan kesepakatan. Padahal CTF of NDCs adalah salah satu elemen penting dalam Paris Rule Book.  COP26 memutuskan mandat untuk melanjutkan pembahasan  CTF of NDCs tentang siklus dan komunikasi NDC post-2030 pada sesi berikutnya untuk dapat diadopsi pada CMA3.

BACA JUGA: Ternyata Ini Penyebab Suhu Udara Jadi Dingin Banget!

Terkait dengan agenda Second Periodic Review mengenai review terhadap long-term global goal dan upaya pencapaiannya, juga tidak mencapai kesepakatan dan akan dilanjutkan review melalui The Structure Expert Dialogue yang terakhir (SED-3) pada pertemuan inter-sessional di Bulan Juni 2022. Kerangka transparansi Terkait dengan Enhance Transparency Framework (ETF) atau Transparansi yang Ditingkatkan, isu metodologi terkait ETF untuk aksi dan support mengacu ke Pasal 13 Paris Agreement telah diadopsi.

“Untuk itu, Indonesia menekankan bahwa para pihak perlu didorong untuk segera membuat persiapan yang diperlukan untuk memastikan pelaporan Bienniun Transparency (BTR) tepat waktu di bawah ETF sesuai dengan Pasal 13 Paris Agreement dan batas waktu yang ditetapkan dengan menggunakan outline yang telah disepakati,” jelasnya.

Selain itu menurut Laksmi, dukungan bagi implementasi ETF berdasarkan Pasal 13 Paris Agreement perlu disediakan secara tepat waktu, memadai dan dapat diprediksi, mengingat ETF untuk membangun kepercayaan (building trust). Adaptasi Indonesia memandang penting keputusan CMA terkait dengan komunikasi adaptasi, terutama untuk memberikan masukan bagi Global Stocktake. Juga terkait dengan Global Goal on Adaptation, keputusan tentang pembentukan program kerja dua tahun tentang tujuan global adaptasi yang akan memandu kita untuk bergerak menuju membangun ketahanan iklim kita.

Terkait dengan dukungan pendanaan untuk Adaptasi, keputusan terkait aksesibilitas, perlu didukung lebih lanjut dengan peningkatan elemen transparansi dan penyederhanaan prosedur. Terhadap keputusan terkait Loss and Damage, Indonesia  menegaskan kembali bahwa dukungan untuk operasionalisasi Santiago Network for Loss and Damage (SNLD) harus diberikan secara memadai. Untuk mencegah, meminimalkan, dan mengatasi Kerugian dan Kerusakan, negara-negara berkembang membutuhkan lebih dari sekadar bantuan teknis, kami juga membutuhkan dukungan untuk menerapkan tindakan nyata untuk merespons dampak buruk perubahan iklim.

“Kami mendukung pembentukan dialog untuk memfasilitasi diskusi lebih lanjut untuk mengatur pengaturan pendanaan dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait,” tutur Laksmi.

Pendanaan Indonesia menyambut baik keputusan terkait pendanaan perubahan iklim, namun kecewa karena keputusan tersebut tidak memuat  kejelasan kelanjutan dari Pembiayaan Jangka Panjang dalam naskah tersebut. Oleh karenanya, Indonesia meminta agar pembahasan  tentang USD 100 miliar harus dilanjutkan dalam konteks long term finance atau pembiayaan jangka panjang untuk melacak pencapaiannya dan menyusun strategi untuk mengisi kesenjangan pembiayaan.

“Indonesia menyayangkan belum tercapainya target USD 100 miliar dan mendorong para Pihak negara maju untuk segera mewujudkan komitmennya. Indonesia meminta para pihak dengan upaya terbaik, selambat-lambatnya tahun 2025, untuk menetapkan New Collective Qualified Goal dengan jumlah pendanaan yang baru dan tata waktu pencapaian (milestone) yang jelas,” papar Laksmi. (*)  



Sumber:

https://kemlu.go.id/portal/id/read/3185/berita/glasgow-climate-pact-langkah-maju-yang-perlu-dikawal-bersama; 23/November/2021

https://mediaindonesia.com/humaniora/446816/ktt-cop26-menghasilkan-pakta-iklim-glasgow; 14 November 2021