Tidak mau kehilangan kesempatan emas, dalam menyambut KTT Perubahan Iklim atau COP26 yang berlangsung pada 31 Oktober sampai 12 November, di Glasgow, anak muda di seluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia menyampaikan pesan dan harapan kepada para para pemimpin dunia agar lebih kritis dan lebih berkomitmen dalam upaya mengatasi krisis iklim dunia. 

Sebagai bentuk keresahan atas iklim, aktivis remaja yang juga dianggap sebagai salah satu perwakilan anak muda yakni Greta Thunberg mengajak jutaan pendukungnya untuk menandatangani surat terbuka yang isinya berupa tuduhan kepada para pemimpin dunia yang telah berkhianat. 

Ini bukan latihan. Ini kode merah untuk Bumi,” demikian bunyi surat itu. “Jutaan orang akan menderita karena planet kita hancur – masa depan yang mengerikan yang akan diciptakan, atau dihindari, oleh keputusan yang Anda buat. Anda memiliki kekuatan untuk memutuskan.”

BACA JUGA: Dengan Kesenjangan Keuangan, Indonesia Tekan Dampak Krisis Iklim 

Sementara itu di Indonesia, tingkat keresahan anak muda mengenai isu perubahan iklim diteliti oleh Indikator Politik Indonesia dan Yayasan Indonesia Cerah (CERAH) melalui sebuah survei belum lama ini. Survei tersebut dilakukan secara tatap muka dengan metode stratified multistage random sampling. Jumlah sampel yang diambil mencapai 4.020 responden terdiri atas 3.216 responden usia 17-26 tahun dan 804 responden usia 27-35 tahun. 

Terkait survei itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyampaikan, responden yang terdiri dari kaum muda ini menganggap bahwa fenomena krisis iklim makin mengkhawatirkan.

Mayoritas responden berpendapat, partai politik belum punya perhatian serius soal perubahan iklim dan belum menjadikannya sebagai agenda politik, bahkan hampir semua partai hanya meraih nilai di bawah 5 persen. 

Burhan mengatakan, anak muda yang akrab disebut dengan Gen Z dan milenial merupakan proporsi terbesar dari populasi Indonesia saat ini, karena proses peremajaan sedang terjadi di Indonesia. Sehingga, menurut Burhan, sangat penting untuk memotret pendapat dan memetakan isu perubahan iklim dan politik anak muda. 

Jika politisi dapat menyerap aspirasi anak muda, maka demokrasi Indonesia akan membaik,” ujarnya. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif CERAH, Adhityani Putri mengatakan, hasil survei ini diharapkan tidak hanya berhenti sampai pada data persepsi anak muda yang telah berhasil dihimpun. Melainkan, seharusnya dijadikan bahan agar para politisi di tanah air bergerak dan benar-benar konsen terhadap isu terkait krisis iklim, terutama bagaimana strategi agar kita bisa menekan risiko dampak serius krisis iklim yang sudah mulai terjadi ini. 

BACA JUGA: Hutan, Mangrove, Gambut Dirawat, Iklim Selamat

Harapan kami, hasil survei ini dapat membuka mata para politisi dan pengambil kebijakan dan menjadi bukti bahwa krisis iklim perlu menjadi agenda politik utama di Indonesia sebagaimana krisis iklim menjadi isu politik di berbagai negara besar di dunia,” tegasnya.

Harapan Anak Muda Indonesia

Dalam menyongsong COP26, kelompok anak muda di Indonesia juga tak ketinggalan memberikan pesan kepada presiden dan delegasi yang hadir pada pertemuan besar tersebut. 

Program Specialist Hutan dan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan, Salma Zakiyah menyampaikan bahwa kunci untuk memenangkan perang melawan krisis iklim adalah dengan melindungi dan memulihkan ekosistem alam. 

Ekosistem gambut, hutan, mangrove, dan laut adalah penyerap karbon yang luar biasa dan vital dalam melindungi masyarakat dari dampak krisis iklim,” ujar Salma konferensi pers “Komunitas Peduli Krisis Iklim” secara virtual, Rabu (27/10/2021).

Salma juga menuturkan Indonesia harus mampu mencapai net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060 mendatang. Hal ini sangat berguna untuk melindungi seluruh bentang hutan alam dan ekosistem gambut yang tersisa. Kemudian mempercepat pengakuan hak-hak masyarakat adat dan lokal dan mengurangi degradasi dan mempercepat pemulihan ekosistem alam.

Indonesia memang sudah menetapkan target untuk merehabilitasi hutan, kemudian merestorasi gambut dan merehabilitasi mangrove, tapi hal-hal yang perlu digaris-bawahi dari target-target tersebut adalah untuk mendorong kolaborasi multipihak, baik dari pemerintah Indonesia, masyarakat sipil maupun dari sektor-sektor swasta untuk benar-benar mencapai target-target tersebut,” urai Salma.

BACA JUGA: Burung Albatros Bercerai Akibat Krisis Iklim, Berikut Penjelasannya

Target NZE alias nol emisi pun perlu didorong dari sektor sampah. Pengelolaan sampah seharusnya dilakukan secara menyeluruh sejak dari produksi hingga konsumsi.

Pemerintah juga perlu menghapus teknologi pembakaran sampah (thermal incinerator). Sebab, cara ini menghasilkan emisi gas rumah kaca dan abu yang serius. Langkah yang perlu ditempuh adalah memacu pengomposan sampah domestik. Dengan menerapkan metode tersebut, maka volume sampah bisa berkurang. Lahan uruk saniter (sanitary landfill) dan lahan uruk terkontrol (controlled landfill) juga perlu dioptimalkan untuk mengurangi pelepasan gas metana dari sampah. [ ]