Hasil Pertemuan G20 Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) yang berlangsung di Venesia, Italia pada 8 – 11 Juli 2021 salah satunya adalah mengakui adanya penetapan harga karbon sebagai perangkat potensial untuk mengatasi perubahan iklim. G20 mengambil langkah tentatif ini untuk mempromosikan gagasan tersebut dan mengkoordinasikan kebijakan pengurangan karbon.
Komunike (pernyataan bersama) tersebut juga menyebutkan bahwa memasukkan penetapan harga karbon di antara perangkat di mana negara harus berkoordinasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Selain penetapan harga karbon, perangkat lain termasuk investasi dalam infrastruktur berkelanjutan dan teknologi baru untuk mempromosikan dekarbonisasi dan energi bersih, termasuk rasionalisasi dan penghapusan secara bertahap subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien yang mendorong konsumsi boros. Apabila penggunaan mekanisme penetapan harga karbon dan insentif sudah sesuai, maka harus sejalan dengan memberikan dukungan untuk negara termiskin dan paling rentan.
BACA JUGA: Benarkah Indonesia Mampu Mencapai Netral Karbon pada 2070?
Pernyataan ini dikeluarkan hanya beberapa hari sebelum Uni Eropa mengungkap pajak penyesuaian karbon yang kontroversial atas barang-barang dari negara-negara dengan emisi karbon tinggi.
Langkah itu menandakan sudah ada perubahan besar-besaran di mana empat tahun sebelumnya Amerika Serikat menentang bahwa perubahan iklim sebagai risiko global dalam pertemuan G20, yang akhirnya AS menarik diri dari Perjanjian Paris. Di bawah kepemimpinan Joe Biden, Amerika Serikat bergabung kembali dengan Perjanjian Paris pada Januari lalu dan telah menetapkan target pengurangan karbon yang ambisius serta rencana investasi energi dan transportasi yang bersih.
Pertemuan G20 FMCBG ini merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ke-3 dan merupakan salah satu pertemuan tingkat menteri yang diselenggarakan sebagai bagian dari G20 Leaders Summit 2021 yang akan berlangsung di Italia pada Oktober 2021.
G20 adalah kelompok informal dari 19 negara dan Uni Eropa, serta perwakilan dari International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB). G20 merupakan forum ekonomi utama dunia yang memiliki posisi strategis karena secara kolektif mewakili sekitar 65% penduduk dunia, 79% perdagangan global, dan setidaknya 85% perekonomian dunia.
G20 terdiri dari 19 negara dan Uni Eropa. Ke-19 negara tersebut adalah Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Jerman, Prancis, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Federasi Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, dan AS.
BACA JUGA: NDC dan Pemulihan Ekonomi Nasional
G20 2021, di bawah Kepresidenan Italia, akan fokus pada tiga pilar aksi yang luas dan saling berhubungan, yaitu Manusia, Planet, Kemakmuran. Di dalam pilar-pilar ini, G20 bertujuan untuk memimpin dalam memastikan respons internasional yang cepat terhadap pandemi COVID-19 – mampu memberikan akses yang adil dan merata di seluruh dunia terhadap diagnostik, terapi, dan vaksin – sambil membangun ketahanan terhadap goncangan terkait kesehatan di masa depan.
Pertemuan G20 ini merupakan kesempatan penting untuk membahas dan mengembangkan lebih lanjut isu-isu internasional, sehingga dapat membangun konsensus bersama yang spesifik. Pertemuan ini juga sebagai pertemuan independen di tingkat menteri, sehingga kepala negara dan pemerintahan harus mendukung hasil yang sudah dicapai dari pertemuan tersebut.
Indonesia sendiri telah ditetapkan sebagai Presidensi G20 tahun 2022 dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 ke-15 Riyadh pada tanggal 22 November 2020. Presidensi G20 Indonesia meliputi persiapan dan penyelenggaraan rangkaian pertemuan Presidensi G20 Indonesia pada tahun 2021 dan tahun 2022, yang terdiri atas pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), pertemuan tingkat Menteri dan Gubernur Bank Sentral, pertemuan tingkat Sherpa, pertemuan tingkat Deputi, pertemuan tingkat Working Group, pertemuan tingkat Engagement Group, program Side Events; dan program Road to G20 Indonesia 2022. [ ]