Generasi muda harus ikut bergerak mendorong Indonesia segera keluar dari krisis iklim. Salah satu upayanya adalah dengan aktif mengkampanyekan pentingnya kepedulian terhadap bumi.
Partisipasi generasi muda dibutuhkan karena Indonesia merupakan negara yang sangat rentan terhadap bahaya krisis iklim yang dapat mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali kaum muda di Indonesia. Dampaknya bisa berujung pada krisis pangan, air, dan energi, serta meningkatkan potensi kemunculan wabah penyakit baru di masa depan.
Krisis iklim tersebut salah satunya dipicu karena luas hutan Indonesia yang terus menurun dari waktu ke waktu. Padahal Indonesia adalah pemilik hutan tropis ketiga terbesar di dunia, yang berperan penting dalam mengendalikan krisis iklim dan menjaga keanekaragaman hayati. Namun, luas hutan alam Indonesia hanya tersisa 88,6 juta hektare.
BACA JUGA: UU Iklim – Bisakah Indonesia Seperti Denmark?
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, total deforestasi yang terjadi di Indonesia pada periode 2018-2019 adalah 462.458,5 ha/tahun. Padahal, untuk mencapai target Komitmen Iklim atau Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia di sektor kehutanan, Indonesia harus menekan tingkat deforestasi hingga 325 ribu hektare per tahun pada periode 2020-2030.
Salah satu ancaman krisis iklim yakni naiknya muka air laut Indonesia dengan laju menyentuh angka ± 4,5 mm/tahun. Dengan hampir 60 persen kawasan pesisir di Indonesia di huni oleh manusia, maka hal itu dapat berdampak pada tenggelamnya wilayah pesisir di masa akan datang.
Krisis iklim juga disebabkan karena tingkat ketergantungan Indonesia pada energi batu bara di sektor energi juga masih sangat tinggi. Kondisi ini menghambat target pencapaian 23 persen bauran energi pada tahun 2025.
Batubara masih mendominasi porsi bauran energi pada pembangkitan tenaga listrik nasional. Hingga Mei 2020, bauran batubara masih menguasai 63,92 persen dari pemakaian energi primer untuk memproduksi listrik.
Sementara realisasi energi terbarukan untuk sektor energi Indonesia baru mencapai 14,21 persen dari bauran energi listrik nasional pada semester satu tahun 2020. Bauran energi terbarukan secara keseluruhan baru mencapai 9,15 persen dari target 23 persen dari target yang dicanangkan pada 2025.
Dengan berbagai kondisi itu, negara harus menanggung besarnya kebutuhan pembiayaan perubahan iklim di Indonesia. Sejauh ini yang sudah teridentifikasi mencapai Rp 3.461 triliun. Selama kurun waktu 2016-2020, alokasi pendanaan untuk iklim baru mencapai 34 persen dari total kebutuhan.
Berdasarkan laporan APBN 2020 oleh Kementerian Keuangan menunjukkan perlindungan lingkungan hidup hanya mendapatkan alokasi 1,1% (Rp18,4 triliun) dari total anggaran nasional.
Green jobs: sebuah alternatif
Bertindak sekarang sangat penting untuk semua orang dan semua yang ada di planet ini. Namun, sebagai prinsip yang memotivasi, memastikan bahwa generasi masa depan dapat hidup sehat, hidup yang bermakna harus menjadi prioritas utama umat manusia.
Saat ini, pertumbuhan penduduk usia produktif di Indonesia mencapai 24 persen, menjadi peluang bonus demografi yang perlu dioptimalkan. Sebaliknya, krisis iklim akan memberikan dampak terhadap pasar tenaga kerja dan lapangan pekerjaan.
BACA JUGA: Bagaimana Jika Indonesia Tidak Ambil ‘Jatah’ Deforestasi?
Jenis pekerjaan ramah lingkungan atau green jobs bisa menjadi pilihan bagi generasi muda saat ini. Menurut International Labour Organization (ILO), green jobs menjadi lambang dari perekonomian dan masyarakat yang lebih berkelanjutan baik untuk generasi sekarang maupun untuk generasi yang akan datang. Jenis pekerjaan ini berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan.
Green jobs juga merupakan bisnis yang paling menjanjikan pada abad ke-21. Menjadi “green” merupakan langkah bisnis yang cerdas dan baik untuk lingkungan. Dengan potensi perkembangan nilai bisnis yang bisa mencapai US$ 1.370 Miliar pada tahun 2020.
Untuk para milenial yang tinggal di perkotaan namun ingin turut melestarikan lingkungan, ILO menyarankan menjajal urban farming, bercocok tanam ala masyarakat perkotaan, sebagai langkah awal memulai green jobs.***