Saya tinggal di sebuah desa yang terletak di antara perbatasan Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung Barat, namun, secara administratif masih berada dalam wilayah Sumatera Selatan. Nama desanya yakni Desa Mekar Sari yang berada di Kecamatan Warkuk Ranau Selatan, Kabupaten Oku Selatan. Menariknya, desa tempat tinggal saya berada di antara gugusan gunung, tepatnya terdapat empat gunung yang mengelilinginya yakni Gunung Raya, Kukusan, Mesagi, dan Seminung.
Sebelum tinggal di desa ini, saya tinggal di ibukota kabupaten yang jaraknya berkisar 2 jam dari desa tempat tinggal saya saat ini. Sebelum tinggal di sana, pada 2008 saya bersama kerabat pernah pergi ke sana yang tempatnya kala itu masih sangat sejuk dan udara terasa begitu segar. Namun, hal tersebut berbeda saat saya bersama suami hingga ke tempat itu pada 2016. Beda dengan ingatan saya sebelumnya tentang kota ini yang udaranya sejuk, sekarang hawa panas yang begitu menyengat langsung menyambut kami dari atas kendaraan. Namun, karena nasib, pada 2016 itu kami harus pindah ke tempat tersebut.
BACA JUGA: Daur Ulang Sampah, Langkah Kecil Kita Selamatkan Bumi
Simpang Sender menjadi daerah awal saya memulai kehidupan di tempat itu. Pada saat itu, udara pagi masih sangat dingin sehingga membuat saya terkadang enggan untuk mandi. Sangking dinginnya, asap pun terlihat keluar dari mulut kita saat kita berbicara, pakaian yang sudah kering terjemur menjadi lembab kembali, dan minyak goreng pun dapat membeku.
Belum setahun tinggal di sana, saya merasakan beberapa perubahan terjadi di Simpang Sender. Udara yang dulu terasa dingin, perlahan makin panas. Salah satu penyebabnya mungkin saja karena Simpang Sender kian hari kian ramai penduduknya. Angkutan kota dan antarprovinsi lalu lalang di tempat ini, bahkan pasar yang diadakan hanya sekali dalam seminggu akhirnya dibanjiri penjual yang tidak hanya dari sekitaran tapi juga dari dua provinsi yang berbeda. Terlihat juga asap kendaraan bermotor yang mengepul ke udara bak kota-kota besar juga menjadi pemandangan umum, bangunan bertingkat pun perlahan makin banyak.
Tepat pada 2017, saya bersama keluarga pun akhirnya pindah ke daerah yang lebih tinggi. Ya, daerah itu adalah desa yang saat ini saya tinggali. Suasana pegunungan adalah salah satu pesona utama dari desa ini, pemandangan alam yang indah terhampar di depan mata. Kebun kopi yang sedang berbunga menambah decak kagum di hatiku.
Di desa inilah saya belajar banyak tentang alam. Udara khas pegunungan memang tidak ada duanya. Di sinilah saya menemukan banyak hal dalam hidup saya, mulai dari cerita gajah dan beruang yang pernah makan-makanan penduduk dan banyak lainnya. Semuanya tentu menjadi pengetahuan yang teramat penting bagi saya.
Tahukah teman-teman bahwa cerita gajah yang masuk ke pemukiman penduduk itu menyebabkan terbentuklah sekolah gajah di sini. Ya, gajah-gajah liar yang kelaparan itu masuk ke rumah penduduk, loh. Mereka kelaparan. Hutan sebagai tempat tinggal mereka terancam gundul. Melihat kenyataan tersebut, beberapa warga melakukan banyak hal untuk menyelamatkan desa, termasuk menanam kembali hutan sebagai habitat bagi penghuninya itu. Di sekolah gajah, hewan liar ini pun dijinakkan dan diajarkan banyak hal setelahnya dikembalikan lagi ke habitat asli mereka.
BACA JUGA: Gara-Gara Batu Bara, Akhirnya Saya Putuskan Pindah Buku Tabungan
Saya sendiri sulit membayangkan apabila habitat asli mereka itu terus tergerus oleh keserakahan manusia. Menjad wajar jika para satwa berlarian ke pemukiman penduduk, karena sejatinya itu karena ulah manusia itu sendiri.
Terkait dengan hal ini, Dinas Lingkungan Hidup di daerah ini bersama-sama warga menggalakkan kampanye Kampung Iklim bagi desa ini. Resort kepolisian hutan pun memberikan donasi pohon kayu ulin untuk ditanam di kawasan yang terbakar di musim kemarau tahun 2019. Dengan adanya upaya tersebut, saya berharap desa ini tetap terjaga iklimnya. Meskipun terjadi beberapa perubahan, seperti hujan yang masih saja turun di saat musim kemarau. Saya sendiri masih bersyukur tetap bisa menghirup udara segar di sini.
Sumber: Youtube DITJEM PPI KLHK
Perubahan iklim itu akan terus terjadi bila kita tidak bisa melakukan hal yang baik untuk alam ini. Lakukanlah hal yang kecil untuk alam ini. Ingat, alam telah berbuat baik untuk kita. Berikut ini kegiatan yang biasa aku lakukan bersama keluarga di rumah.
- Ketika jalan-jalan ke suatu tempat, aku dan keluarga jarang jajan makanan. Kami biasa membawa bekal yang ditempatkan pada wadah makanan. Begitu pun minumannya. Ditambah lagi ada pipet (sedotan) stainless di kantong tas.
- Berusaha menghijaukan lingkungan di sekitar rumah. Kami menanam tanaman hias, pohon buah, beberapa jenis sayuran, dan tanaman apotek hidup. Tentu saja kegunaannya sangat membantu untuk kebutuhan harian kami.
- Menyiarkan kampanye menjaga lingkungan pada media sosial. Bisa lewat lomba atau tulisan di blog pribadi.
- Tidak menebang pohon sembarangan dan melakukan reboisasi untuk wilayah yang hutannya gundul.
Teman, saya yakin bahwa dengan upaya kecil yang dilakukan oleh setiap orang, alam ini tetap terjaga. Alam telah memberikan banyak hal di dalam kehidupan kita. Jadi, selayaknya kita pun ikut melestarikannya. Dengan kelestarian alam, termasuk hutan maka krisis iklim setidaknya bisa ditanggulangi.
Penulis: Meliana Aryuni
Ibu Rumah Tangga
Foto utama: foto program kampung iklim Desa Gunung Sari. Sumber: wartaekonomi.