Hampir semua Pihak (negara) di bawah Perjanjian Paris memberikan informasi baru tentang bagaimana mereka berusaha memasukkan semua kategori emisi dan serapan antropogenik dalam NDC (Nationally Determined Contributions menurut Perjanjian Paris) dari waktu ke waktu, serta penjelasan untuk pengecualian kategori lainnya. Banyak Pihak menyatakan bahwa mereka sudah memiliki NDC ekonomi-luas termasuk semua sektor dan gas rumah kaca (GRK). Beberapa Pihak menjelaskan mengapa sektor dan atau gas tertentu telah dikecualikan, seperti karena kategori dapat diabaikan atau tidak signifikan, data tidak tersedia atau tidak akurat, atau kurangnya kapasitas teknis. Demikian penjelasan dari Laporan sintesis tentang NDC yang diterbitkan Sekretariat PBB untuk perubahan iklim, 26 Februari 2021.
Para Pihak juga menyampaikan informasi tentang target atau rencana mitigasi untuk jangka pendek hingga menengah, visi, strategi atau target mitigasi jangka panjang hingga dan setelah tahun 2050 yang telah dirumuskan atau sedang dalam persiapan. Sebagian besar tujuan jangka panjang mengacu pada netralitas iklim, netralitas karbon, netralitas GRK atau emisi nol bersih (net zero emissions) pada tahun 2050, 2060 atau pertengahan abad. Dibandingkan dengan NDC sebelumnya, sekitar 25 persen lebih banyak Pihak merujuk pada tujuan jangka panjang tersebut.
Semua Pihak menyampaikan dalam NDC mereka terkait kerangka waktu dan atau periode implementasi, yang mengacu pada waktu di masa depan atau di mana suatu tujuan ingin dicapai. Hampir semua Pihak menyampaikan periode implementasi hingga 2030, sementara beberapa menetapkan periode hingga 2025 dan beberapa hingga 2050. Banyak Pihak menetapkan 1 Januari 2021 sebagai tanggal mulai implementasi NDC; beberapa mulai mengimplementasikan NDC mereka pada atau sebelum 2020; dan beberapa Pihak akan mulai melakukannya pada tahun 2022.
Sebagian besar Pihak menyajikan informasi tentang keadaan di mana mereka dapat memperbarui nilai indikator referensi mereka, seperti karena perubahan signifikan dalam kondisi keuangan, ekonomi, teknologi dan atau politik tertentu, atau dampak akibat bencana alam yang ekstrim; atau bergantung pada skala akses ke dukungan dan cara implementasi lainnya, perbaikan atau modifikasi yang diharapkan pada data aktivitas, variabel atau metodologi yang digunakan dalam memperkirakan emisi nasional, garis dasar atau proyeksi, atau hasil dari perundingan yang sedang berlangsung tentang metrik umum; atau untuk mencerminkan situasi aktual selama periode implementasi.
BACA JUGA: Memaksimalkan Pendanaan Untuk Capai Target NDC
Beberapa Pihak menyatakan target mitigasi sebagai penyimpangan dari tingkat e business as usual, dengan banyak menyajikan baseline kuantitatif dan skenario mitigasi dan sebagian besar memberikan informasi terkini tentang asumsi dan pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan skenario business as usual, baseline atau proyeksi, seperti baseline dan proyeksi yang didasarkan pada data historis dan tren emisi dan parameter ekonomi. Banyak dari Pihak tersebut merujuk pada parameter dan variabel utama seperti PDB dan populasi dan pertumbuhannya, serta analisis biaya dan keuntungan. Mereka juga menyediakan parameter khusus sektor, termasuk konsumsi energi, permintaan dan produksi energi, kapasitas jaringan listrik, tingkat urbanisasi, perubahan jaringan transportasi dan jumlah kendaraan, tingkat pertumbuhan hutan, tren peternakan, timbulan limbah per kapita, dan statistik energi dan limbah per wisatawan.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menyampaikan pembaruan NDC terkait strategi jangka panjang untuk mencapai target ‘menuju net zero emission’ pada tahun 2050. Yaitu bagaimana peran pemerintah pusat dapat menyelaraskan tujuan dan target pengendalian perubahan iklim dengan target pembangunan nasional, sub-nasional dan internasional, termasuk tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs). Kemudian bagaimana pemerintah dapat merangkul pihak non-party stakeholders, mengembangkan inovasi, dan memperkuat komunitas dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Sebelum 2050, tepatnya pada 2045 atau 100 kemerdekaan Indonesia, juga menyiapkan strategi untuk menuju Indonesia yang maju dan sejahtera. Indonesia menargetkan benar-benar dapat mencapai target ‘net zero emission‘ pada tahun 2070 nanti.
Persiapan Indonesia menuju COP 26 yang rencananya akan dilangsungkan di Glasgow, Britania Raya menyangkut 14 agenda besar diskusi yaitu (1) Mitigation; (2) Adaptation; (3) Transparency of Actions and Supports; (4) Climate Finance; (5) Capacity Building; (6) Technology; (7) Article; (6) of the Paris Agreement; (8) Compliance; (9) Response Measure; (10) Agriculture; (11) Gender and Climate Change; (12) Research and Systematic Observation (RSO); (13) Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP); dan (14) Ocean and Climate Change. Indonesia berupaya untuk mempertajam posisi terutama pada agenda nomor 14 yaitu ocean and climate change juga berdiskusi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan agar dapat memasukan upaya mitigasi sektor kelautan.
Dalam mempertajam posisi, Indonesia seharusnya mengutamakan penurunan emisi yang signifikan. Berbagai kebijakan tidak hanya mengutamakan keuntungan ekonomi tetapi juga harus memperhatikan pengaruhnya terhadap kualitas emisi yang dihasilkan. Bagaimana kebijakan itu harus mampu menurunkan emisi. Hal itu sangat penting karena data menunjukkan tren emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia selama ini masih fluktuatif dan cenderung meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2000 hingga 2018.
Berdasarkan tabel inventarisasi emisi GRK nasional sejak 2000 hingga 2018 dari sektor energi, industri dan penggunaan produk (IPPU), agrikultur, hutan dan penggunaan lahan (FOLU) serta gambut, limbah, menunjukkan sektor energi dan kehutanan serta penggunaan lahan menjadi penyumbang emisi terbesar di Indonesia. Jika emisi dari hutan dan lahan serta gambut sangat berfluktuasi, maka sektor energi perlahan mengalami peningkatan sejak 2000.
Untuk itu aksi mitigasi yang berkontribusi terhadap pengurangan emisi GRK di sektor kehutanan dapat dilakukan dengan menurunkan deforestasi dan degradasi hutan, peningkatan penerapan prinsip sustainable forest management (SFM) dan restorasi gambut serta pengendalian kebakaran gambut. (Dari berbagai Sumber)