Dilansir dari Kontan.co.id, pemerintah berencana untuk menerapkan pajak karbon pada tahun depan, tepatnya mulai 1 April 2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penerapan pajak karbon ini dalam rangka untuk mengurangi emisi karbon yang berpengaruh pada perubahan iklim dan memperbesar potensi bencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Bendahara negara kemudian mengungkapkan urgensi menuju ekonomi hijau ini. Salah satunya, adalah perubahan iklim yang makin nyata.

BACA JUGA: BKF: Anggaran Mitigasi Perubahan Iklim 2018-2020 Capai Rp 307,94 Triliun

Saya lihat di berita internasional, Arktik meleleh. Kalau Kutub Utara maupun Kutub Selatan meleleh, bagaimana? Itu yang meleleh esnya enggak satu gelas. Tapi sebesar (kota) Bandung. Besar banget,” tuturnya, Jumat (17/12) via video conference.

Perubahan iklim ini juga sebenarnya sudah dirasakan oleh Indonesia. Sri Mulyani menyebut, dari tahun 2010, rata-rata permukaan air laut di Indonesia tiap tahunnya naik 0,3 cm.

Nah, salah satu jalan keluar untuk mengurangi dampak perubahan iklim ini adalah dengan menyusun komitmen nasional untuk mengurangi emisi karbon.

Dalam hal ini, pemerintah akan membuat pasar karbon dioksida sehingga mereka yang berkontribusi dalam mengeluarkan polusi CO2 yang banyak, maka harus membayar.

BACA JUGA: Burung Albatros Bercerai Akibat Krisis Iklim, Berikut Penjelasannya

Selain itu, pemerintah juga getol dengan melakukan penanaman kembali hutan-hutan yang gundul. Pasalnya, tumbuhan hijau ini mampu mengikat CO2 dan menghasilkan Oksigen.

Sekarang kita juga sering lihat Pak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering menanam mangrove. Kemudian kami menghutankan kembali, serta menjaga hutan,” tambahnya.

Lebih lanjut, pemerintah juga akan berusaha dalam mengubah orientasi penggunaan energi untuk pembangkit listrik. Dari yang utamanya menggunakan energi tidak bisa diperbaharui menjadi energi yang bisa diperbaharui (renewable energy).

 

Sumber: Kontan.co.id