Safeguards telah menjadi bagian integral dari aturan penyaluran Dana REDD+
Kerangka pengaman atau safeguards yang mencakup aspek tata kelola, sosial, dan lingkungan telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari REDD+ sejak awal. Safeguards adalah instrumen untuk menjaga agar tidak terjadi dampak negatif dari pelaksanaan kegiatan REDD+ dan mendorong sebanyak mungkin dampak positif. Implementasi safeguards telah menjadi bagian integral dari aturan penyaluran Dana REDD+ yang dikeluarkan BPDLH.
Pertama, kapasitas mulai dari perencanaan, implementasi, hingga pelaporan safeguards telah tercantum sebagai salah satu persyaratan bagi Lembaga Perantara yang ditunjuk oleh Penerima Manfaat untuk menyalurkan Dana REDD+. Ketika menyalurkan Dana REDD+ secara langsung pun, BPDLH dapat membentuk Unit Manajemen Proyek yang salah satu tugasnya adalah memantau dan melaporkan pelaksanaan safeguards.
Selain itu, dokumen rencana implementasi safeguards telah dijadikan salah satu persyaratan teknis proposal dan tercantum dalam Perjanjian Kerja Sama antara BPDLH dan penerima dana dan harus masuk ke dalam pelaporan program dan atau kegiatan yang didanai.
Meskipun demikian, aturan ini tidak menyebutkan organ atau mekanisme spesifik di dalam struktur BPDLH yang akan memastikan bahwa pelaksanaan safeguards yang telah dilaporkan tersebut betul-betul dihormati di lapangan meski presentasi BPDLH sempat menunjukkan sebuah organ atau unit bernama Komite Safeguards.
Masyarakat hukum adat disebut secara eksplisit dalam aturan penyaluran Dana REDD+ BPDLH
Aturan penyaluran Dana REDD+ menyebut masyarakat hukum adat sebagai salah satu Penerima Manfaat, yakni pihak yang menerima penyaluran Dana BPDLH dalam bentuk belanja. Organisasi masyarakat adat yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat juga dapat menjadi Lembaga Perantara. Sebagai lembaga nonpemerintah, mereka juga dapat duduk di Tim Penilai Proposal. Penetapan wilayah adat juga disebut sebagai salah satu cakupan legalitas yang menjadi syarat program atau kegiatan yang dapat didanai oleh Dana REDD+. Namun, tidak ada penjelasan di dalam aturan ini terkait apa yang dimaksud dengan penetapan wilayah adat, apakah penetapan oleh Peraturan Daerah, SK Gubernur, Bupati, atau penetapan hutan adat oleh Menteri LHK.
Prinsip ke-3 dalam safeguards REDD+ menyatakan bahwa kegiatan REDD+ harus menghormati hak masyarakat adat dan lokal melalui aksi yang sesuai dengan skala dan konteks implementasi REDD+. Salah satu kriterianya adalah kegiatan REDD+ harus mengidentifikasi hak-hak masyarakat adat dan lokal, termasuk hak tenurial dan akses mereka dalam pemanfaatan sumber daya hutan dan jasa lingkungan.
Ket: Warga Suku Adat Kajang Ammatoa. @Antara/Abriawan Abhe
Identifikasi ini harus semakin intensif di tingkat sub-nasional dan tapak. Salah satu indikatornya adalah harus adanya dokumen mengenai pemangku kepentingan, hak-hak mereka, serta wilayah masyarakat adat dan lokal dalam peta wilayah kerja REDD+ dan harus adanya rencana kerja dan pengaturan untuk mengakomodasi hak dan aspirasi masyarakat adat dan lokal dalam memanfaatkan sumber daya hutan.
Kriteria lain mengharuskan kegiatan REDD+ di tingkat tapak untuk menjalankan proses untuk mendapatkan FPIC (free prior informed consent) atau persetujuan berdasarkan informasi di awal tanpa paksaan (PADIATAPA) dari masyarakat adat dan lokal yang akan terdampak oleh kegiatan REDD+.
Kriteria selanjutnya untuk menghormati hak masyarakat adat dan lokal dalam safeguards REDD+ adalah terkait pembagian manfaat atau benefit-sharing, di mana kegiatan REDD+ harus berkontribusi untuk mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat adat dan lokal melalui pembagian manfaat yang adil, termasuk kepada generasi mendatang. Kegiatan REDD+ juga harus mengakui nilai pengetahuan tradisional dan mengkompensasi pengetahuan tradisional masyarakat adat dan lokal yang digunakan secara komersial.
Safeguards lain yang berkaitan dengan masyarakat adat dan lokal adalah terkait partisipasi dan pelibatan pemangku kepentingan, di mana kegiatan REDD+ harus mengidentifikasi pihak-pihak yang relevan secara proaktif dan transparan dan melibatkan mereka dalam perencanaan dan monitoring kegiatan, termasuk masyarakat adat dan lokal.
Prinsip ini juga memuat kriteria yang memandatkan adanya prosedur atau mekanisme pengaduan dalam kegiatan REDD+ di tingkat tapak. Meskipun tidak ada ketentuan bahwa REDD+ tidak boleh dilaksanakan di wilayah yang berkonflik dengan masyarakat adat dan lokal sesuai masukan masyarakat sipil, terdapat salah satu indikator yang mengharuskan tersedianya bukti bahwa ada mekanisme penyelesaian konflik yang berfungsi dengan baik.
Keseluruhan safeguards terkait masyarakat adat dan lokal ini harus dijalankan dan dilaporkan untuk dapat mengakses Dana REDD+. Namun, sekali lagi, perlu ada organ atau mekanisme spesifik di dalam struktur BPDLH untuk memastikan bahwa safeguards untuk menjaga hak-hak masyarakat adat dan lokal yang telah dilaporkan tersebut betul-betul dihormati di lapangan dan bukan hanya indah di atas kertas saja.
Dapat dokumen Perdirut Nomor 07 Th 2020 Tentang Penyaluran Dana REDD+ .