Selain terkenal dengan Danish Pastry-nya, Denmark adalah salah satu negara yang paling bahagia di dunia!  Kesetaraan sosial dan semangat komunitas yang tinggi di Denmark adalah salah satu alasannya. Denmark juga merupakan negara dengan tingkat korupsi terendah di dunia lho!

Selain keunggulan-keunggulan di atas, ternyata Denmark juga memiliki salah satu hukum paling kuat di dunia untuk mengatasi krisis iklim. Pada 18 Juni 2020, Parlemen Denmark mengesahkan Undang-Undang Iklim Denmark atau Lov om Klima. Undang-Undang ini mengikat pemerintah Denmark saat ini dan seterusnya dalam kewajiban hukum untuk menurunkan emisi sebesar 70% pada tahun 2030 dibandingkan tingkat emisi tahun 1990 dan mencapai net-zero pada 2050. 

Apa sih yang istimewa dari UU Iklim Denmark?

Pertama, menurut para pakar, UU Iklim Denmark adalah salah satu yang terkuat di dunia karena dapat mengikat pemerintah Denmark kini dan seterusnya untuk mencapai target iklim meskipun pemerintahannya berganti-ganti. Setiap 5 tahun, pemerintah Denmark harus menetapkan sub-target iklim untuk periode 10 tahun setelahnya. Mereka juga akan dinilai keberhasilannya dalam mencapai target iklim oleh Parlemen. Jika dinilai tidak on track, pemerintahan tersebut bisa jadi harus meletakkan tampuk kekuasaan mereka karena tidak berhasil mendapatkan dukungan mayoritas di Parlemen.

BACA JUGA: Langkah Selandia Baru Menuju Net Zero Emission

Kedua, UU Iklim Denmark dibuat berdasarkan perhitungan fair share atau jumlah emisi yang harus diturunkan setelah mempertimbangkan ‘dosa-dosa’ Denmark di masa lalu sebagai negara maju yang banyak menimbulkan polusi karbon. Berdasarkan perhitungan tersebut, Denmark menetapkan target untuk mengurangi emisi GRK sebesar 70% dari tingkat tahun 1990 pada tahun 2030 dan mencapai net-zero pada tahun 2050. Yang membuat komitmen ini kredibel, Denmark telah menyatakan akan mencapai target net-zero tersebut melalui penurunan emisi dalam negeri, bukan lewat offset seperti halnya Norwegia, Swedia, dan banyak negara maju lainnya.

Ketiga, UU Iklim Denmark juga memuat komitmen untuk mendukung negara-negara lain dalam menurunkan emisi mereka serta mewajibkan komitmen iklim Denmark diintegrasikan dalam kebijakan perdagangan dan bantuan luar negeri. Sebagaimana negara-negara maju lain, Denmark juga banyak mengimpor barang dari luar negeri yang menghasilkan polusi karbon dalam jumlah besar. Bantuan dan kerja sama luar negeri Denmark bertujuan untuk mengurangi dampak negatif ini. 

Keempat, UU Iklim Denmark mendirikan Komite yang bertugas untuk menapis seluruh kebijakan Denmark agar selaras dengan komitmen iklim dan keberlanjutan sehingga tidak ada kebijakan yang saling bertabrakan dari berbagai kementerian yang ada. Pemerintah Denmark juga melakukan upaya melibatkan masyarakat luas dan sektor bisnis untuk menyusun rencana iklim dengan mendirikan Dewan Iklim Publik dan membentuk kemitraan iklim dengan sektor swasta dari berbagai sektor.

Yang terpenting, dengan adanya UU ini, pemerintah Denmark dapat dituntut ke pengadilan oleh rakyatnya apabila mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik yang bertentangan dengan target iklim ini.

Kapan ya Indonesia punya hukum iklim yang kuat seperti Denmark?

Sebagai negara berkembang, ‘dosa’ historis Indonesia dalam memanaskan bumi tentunya tidak sebesar negara-negara maju. Akan tetapi, sejak Persetujuan Paris lahir, negara berkembang memiliki kewajiban yang sama untuk bersama-sama menahan laju kenaikan suhu bumi agar berada jauh di bawah 2 derajat menuju 1,5 derajat celcius pada akhir abad ini. 

Meskipun telah meratifikasi Persetujuan Paris pada tahun 2016, hingga saat ini Indonesia belum memiliki hukum dalam bentuk UU yang secara eksplisit memuat target penurunan emisi 2030 maupun target net-zero 2050. Target penurunan emisi Indonesia sebesar 29%-41% dari tingkat emisi business as usual pada 2030 memang telah tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution atau NDC, namun dokumen ini lebih merupakan dokumen kebijakan ketimbang produk hukum. 

BACA JUGA: Abai Hutan, UU Cipta Kerja Berpotensi Tingkatkan Deforestasi

Saat ini, Pemerintah Indonesia tengah menggodok sebuah Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon untuk mencapai target NDC dan pembangunan rendah karbon yang antara lain memuat target penurunan emisi 29%-41% untuk memenuhi target NDC. Perpres ini akan menjadi landasan hukum di Indonesia untuk mengimplementasikan aksi-aksi adaptasi dan mitigasi iklim dalam kerangka pemenuhan target NDC maupun pembangunan rendah karbon.

Akan tetapi, Perpres tidak memberikan landasan hukum sekuat UU untuk penanganan krisis iklim seperti halnya di Denmark. Dengan Perpres saja, akan sulit untuk secara efektif mengubah kebijakan-kebijakan pembangunan sektoral yang mendapatkan legitimasinya dari UU, misalnya kebijakan energi, transportasi, dan lain sebagainya.

Selain itu, meskipun Indonesia memiliki Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI), ia tidak memiliki kewenangan untuk menapis ataupun mengevaluasi kebijakan-kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah agar selaras dengan target iklim seperti halnya Komite yang didirikan oleh UU Iklim Denmark.

Meskipun dapat memberikan pertimbangan dan rekomendasi kepada National Focal Point pengendalian perubahan iklim, membantu penyiapan kebijakan, dan memantau pelaksanaan program pengendalian perubahan iklim, DPPPI yang dibentuk berdasarkan keputusan Menteri LHK tidak memiliki kekuatan berbasis UU untuk ‘memaksa’ pemerintah menentukan target iklim yang lebih ambisius, merekomendasikan langkah-langkah yang efektif dan efisien untuk mencapai target tersebut, serta menilai dan mengevaluasi capaian iklim pemerintah setiap tahunnya seperti halnya Dewan Perubahan Iklim Denmark.

Tentunya selalu ada harapan bagi Indonesia untuk memperkuat landasan hukumnya untuk menangani krisis iklim yang mengancam eksistensi bangsa. Dengan meningkatkan ambisi dan aksi-aksi iklimnya, memperbaiki tata kelola pembangunan (termasuk mengatasi korupsi!), dan mengurangi kesenjangan sosial, siapa tahu kelak Indonesia akan mengalahkan Denmark sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia! [Anggalia Putri]

***