Krisis iklim adalah ancaman bagi negara kepulauan seperti halnya Indonesia. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah yang paling rentan menerima dampak, karena sewaktu-waktu siap dilumat air akibat kenaikan paras dari permukaan air laut.

Sedikitnya, terdapat dua dampak yang pasti dirasakan oleh masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil akibat krisis iklim. Pertama, pemanasan global yang terus melaju akan menyebabkan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil tenggelam, dan yang kedua adalah persoalan sulitnya mata pencaharian masyarakat nelayan.

  1. Daerah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tenggelam

Dampak pertama yang pasti akan dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kehilangan tempat tinggal. Sebab wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdataran rendah diprediksi bakal hilang dari peta. 

BACA JUGA: Manfaat Mangrove dalam Memerangi Krisis iklim

Dampak tersebut diprediksi akan sangat dirasakan dalam kurun kurang dari 15 tahun ke depan. Akibat suhu yang terus meningkat, es di kedua kutub bumi akan terus mencair yang menyebabkan terjadinya kenaikan permukaan air laut sampai kenaikan gelombang pasang yang akan menyebabkan daerah-daerah pesisir dan pulau-pulau kecil tenggelam.

Sebagaimana diungkapkan Ketua Tim Penasihat Menteri Perikanan dan Kelautan RI, Prof Rokhmin Dahuri pada Februari lalu, Indonesia termasuk negara yang rentan terhadap perubahan iklim global, karena sebagian besar pulau di Indonesia berukuran kecil. Sekitar 74 persen pulaunya berukuran di bawah 10 hektare. Selain itu, daerah pesisir biasanya adalah dataran rendah. 

Pulau kecil dan pesisir sangat rentan terendam saat terjadi peningkatan air laut. Banyak kota besar di Indonesia juga berada pada wilayah pesisir. Hampir 60 persen populasi penduduk negara ini tinggal di pesisir,” ungkap Rokhmin dalam Webinar Membangun Perikanan yang Tangguh Terhadap Perubahan Iklim, sebagaimana dikutip dari kompas.com.

Hal senada juga diungkapkan oleh Profesor Riset Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ignasius Dwi Atmana Sutapa pada Mei, 2020 lalu. Menurutnya, Indonesia diperkirakan akan menderita dampak kenaikan muka air laut yang menyebabkan beberapa wilayah tenggelam, termasuk wilayah perkotaan. 

Naiknya permukaan air laut dapat menyebabkan beberapa pulau kecil akan tenggelam dan beberapa kota yang berada di pinggir laut seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya akan menderita banjir,” ungkapannya, sebagaimana dikutip dari kompas.com.

  1. Hilangnya Sumber Ekonomi Masyarakat

Selain menyebabkan kenaikan permukaan air laut dan mengancam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tenggelam, krisis iklim juga berpotensi menghilangkan mata pencarian masyarakat nelayan

Ancaman itu, ditandai berbagai bencana alam, seperti cuaca buruk dan gelombang pasang yang sangat tinggi. Hal itu menyebabkan nelayan tidak dapat melaut. Sementara itu, tangkapan ikan pun berkurang karena perubahan kehidupan biota laut dan semakin jauhnya wilayah tangkapan ikan karena perubahan suhu air 

Pada 2019 lalu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan bahwa kondisi yang terjadi terhadap nelayan di berbagai daerah saat ini butuh mendapat perhatian. Bahaya akibat krisis iklim kian dirasakan yang menyebabkan nelayan harus berhenti melaut demi menghindari bahaya yang lebih besar dan besarnya biaya yang dibutuhkan jika tetap melaut karena wilayah tangkapan semakin menjauh.

“Nelayan berhenti melaut, demi menghindari bahaya yang lebih besar,” ungkapnya sebagaimana dikutip dari mongabay.id.

Kepala Sub Direktorat Perubahan Iklim Bappenas, Sudhiani Pratiwi (2019) mengatakan bahwa perubahan iklim tak hanya berdampak pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tapi juga berdampak signifikan terhadap perubahan kehidupan biota laut.

BACA JUGA: Mangrove: Sang Penjaga Iklim yang Asyik Bermandikan Lumpur, Yuk, Kita Jaga Bersama!

perubahan iklim selain memberikan dampak terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, juga berdampak buruk terhadap kehidupan biota laut” ungkapnya, sebagaimana dikutip dari mongabay.id.

Solusi

Untuk mengatasi persoalan yang ditimbulkan dari krisis iklim tersebut, tidak ada cara lain selain mempersiapkan diri dari sekarang. Krisis iklim sebenarnya dapat dibendung bila kita memiliki kesadaran lingkungan yang baik. Namun kesadaran itu sulit ditanamkan karena berbagai faktor, di antaranya adalah faktor ekonomi, sosial dan kebutuhan energi.

Menurut Prof Rokhmin Dahuri, untuk membendung laju perubahan iklim, dibutuhkan fokus penanganan pada upaya untuk mengurangi sumber penyebab perubahan iklim dan mengurangi produksi karbon dengan cara menyusun perencanaan pembangunan dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.

 “Adaptasi perubahan iklim adalah proses membangun strategi antisipasi dampak perubahan iklim. Dengan pola perencanaan tata kelola yang menerapkan pembangunan berkelanjutan, misalnya dengan mengubah sumber bahan bakar kapal ikan digantikan oleh energi terbarukan. Selain itu kita perlu membudidayakan alga dan tumbuhan yang bisa menyerap karbon,” ungkap Rokhmin sebagaimana dikutip dari kompas.com (12/2/21).

Sumber: Youtube Tribun Jogja TV

 

Foto utama: Pulau Komodo. shutterstock.com