Dalam sambutan di acara 7th OECD Forum on Green Finance and Investment yang dilaksanan pada 9 Oktober 2020, Menteri Keuangan Indonesia menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia tahun ini mengalokasikan anggaran US$6 miliar (setara Rp88,2 triliun) untuk mendukung upaya penurunan emisi karbon. Setelah pada 2018 menerbitkan obligasi hijau (green bonds) senilai US$1,25 miliar, pada Juni lalu Indonesia kembali menerbitkan obligasi hijau senilai US$715 juta.

Anggaran tersebut hanya mencukupi 36% dari total dana yang dibutuhkan untuk menurunkan emisi karbon hingga 29% pada 2030. Di mana total dana yang dibutuhkan untuk mencapai komitmen pemerintah menekan gas emisi karbon hingga 29% di 2030 adalah senilai Rp3.461 triliun atau rata-rata Rp266,2 miliar per tahun. Hal itu telah tercantum dalam second Biennial Update Report (BUR-2) di 2018.

Masih ada gap 66% dari kebutuhan tersebut yang harus dikejar Indonesia agar memenuhi target pengurangan emisi nasional atau nationally determined contribution (NDC). Menteri Keuangan meminta dukungan kepada para investor dan lembaga internasional untuk menggelontorkan dananya lewat instrumen hijau seperti green bonds yang telah diterbitkan oleh pemerintah Indonesia.

Sumber: Alinea.id

BACA JUGA: Apa Kabar Perundingan Iklim dan Pemulihan Ekonomi Nasional?

Forum Antaragama G20 Membahas COVID-19 dan Perubahan Iklim

Forum Antaragama G20 akan dilaksanakan pada 13 – 17 Oktober 2020 di Riyadh, Arab Saudi, dan akan dihadiri oleh perwakilan dari PBB, Pusat Dialog Internasional (KAICIID), Organisasi Kerja Sama Islam, Liga Muslim Dunia, dan Komisi Eropa. Forum ini akan membahas tentang COVID-19, perubahan iklim, pengurangan risiko bencana, ujaran kebencian, dan rasisme.

Forum Antaragama G20 akan mencari solusi global dengan berkolaborasi dengan para pemikir agama dan perwakilan politik, serta menyerukan kepada para pemimpin politik dunia untuk memasukkan tokoh-tokoh agama dalam proses pembuatan kebijakan menjelang KTT G20 November 2020 di Riyadh, serta untuk membangun kebijakan berdasarkan pada nilai-nilai bersama tentang solidaritas, koeksistensi dan saling menghargai. Rekomendasi dari pertemuan ini akan disampaikan kepada G20.

Sumber : Republika.co.id

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tingkat Keparahan COVID-19

Dalam International Scientific Meeting on Public Health and Sports (ISMoPHS) pada 7 Oktober 2020, Peneliti dari Griffith University, Australia, Dr. Febi Dwirahmadi menyampaikan bahwa penduduk yang tinggal di wilayah dengan kualitas udara yang kurang baik, memiliki tingkat kematian akibat COVID-19 yang lebih tinggi menurut beberapa studi. Perubahan iklim membawa dampak yang besar dalam peningkatan ancaman masalah kesehatan global. Dampak perubahan iklim semakin terlihat seiring berkembangnya teknologi dan berkembangnya penyakit-penyakit zoonosis baru yang bermunculan.

Dr. Marzuki Ishak dari Malaysia menyampaikan, selain prioritas pemutusan rantai penyebaran COVID-19 yang hingga saat ini masih menjadi dilema di berbagai negara, ada masalah lain yang tidak kalah penting. Masalah tersebut terkait jumlah dan kondisi kesehatan tenaga medis yang mengalami penurunan, sehingga pemerintah harus terus berusaha untuk menjamin kesejahteraan para tenaga medis yang telah berjuang di garda depan dalam penanganan pasien-pasien COVID-19.

Dr. Sapto Adi, M.Kes dari Universitas Negeri Malang (UNM) menyampaika, selain COVID-19, tantangan yang juga dihadapi masyarakat adalah penyakit tidak menular (PTM). Menurut PTM sangat erat hubungannya dengan perubahan gaya hidup. Gaya hidup yang dimaksud meliputi pola makan, pola tidur, aktivitas fisik, dan manajemen stres yang tidak sesuai merupakan pemicu utama penyakit-penyakit degeneratif.

Sumber: Liputan6.com

Festival Iklim

Wakil Menteri LHK dalam Pembukaan Festival Iklim menyampaikan bahwa Indonesia menjadi negara yang sangat strategis dalam konteks pengendalian perubahan iklim khususnya karena keberadaan hutan tropis di wilayahnya. Sektor kehutanan dan tata guna lahan menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam Nationally Determined Contribution (NDC) untuk Indonesia. Dengan upaya sendiri Indonesia menargetkan penurunan 29 persen emisi gas rumah kaca dari bussiness as usual (BAU) dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Festival Iklim 2020 digelar mulai 7-27 Oktober 2020 bertema ‘penguatan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di masa pemulihan pandemi Covid-19’. Festival ini bertujuan untuk menyampaikan kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim di Indonesia dan capaiannya. Festival iklim tahun ini berkaitan dengan peringatan lima tahun berdirinya Direktorat Jenderal pengendalian perubahan iklim di Kementerian LHK.

Dalam Festival ini, KLHK juga meluncurkan program capacity building untuk negosiator Indonesia di tingkat global. KLHK bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri untuk meningkatkan kapasitas para negosiator Indonesia yang ikut dalam negosiasi-negosiasi tingkat global. Termasuk di forum United Nations Climate Change Conference (UNCCC) yang tahun depan dilaksanakan di Glasgow, Inggris.

BACA JUGA: Jurus Bangkit yang Ramah Lingkungan

KLHK akan mensosialisasikan berbagai kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim di Indonesia baik aspek mitigasi maupun adaptasi. Hal yang sudah diimplementasikan KLHK dalam rangka kegiatan mitigasi dan adaptasi itu ialah program proklim di tingkat desa.

Sumber : Antaranews.com, Merdeka.com, pikiran-rakyat.com

Pencegahan karhutla gambut berperan signifikan turunkan emisi

Dirjen PPI KLHK Ruandha Agung Sugadirman dalam Festival Iklim mengatakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) gambut berperan penting dalam penurunan signifikan emisi gas rumah kaca Indonesia. Untuk mengurangi kebakaran hutan, terutama di lahan gambut, maka pemerintah sekarang tengah mencari solusi permanen bagaimana bisa menjaga lahan gambut agar tetap basah untuk tidak terbakar dengan mudah.

Upaya-upaya tersebut sedang dilakukan oleh segala pemangku kepentingan termasuk KLHK dan Badan Restorasi Gambut sehingga bisa menahan agar tidak terjadi kebakaran di lahan gambut.

Inventarisasi KLHK sendiri menunjukkan tren emisi gas rumah kaca Indonesia fluktuatif dan cenderung meningkat setiap tahunnya dari 2000-2018. Berdasarkan tabel inventarisasi emisi GRK nasional dalam periode tersebut, sektor energi dan kehutanan serta penggunaan lahan menjadi penyumbang emisi terbesar di Indonesia.

Sumber : Antara