Aksi Adaptasi Sektor Kehutanan

Tentang Jalan NDC Indonesia

Apa itu adaptasi perubahan iklim?

Adaptasi perubahan iklim adalah berbagai upaya menyesuaikan diri yang kita lakukan dalam bidang ekologi, sosial, atau ekonomi sebagai respon terhadap berbagai stimulus, dampak atau efek terkait perubahan iklim. Adaptasi perubahan iklim bertujuan untuk memperkecil potensi kerusakan akibat perubahan iklim atau justru untuk mengambil manfaat darinya. Dengan semakin memburuknya krisis iklim, seluruh negara dan masyarakat di dunia harus mencari solusi dan menjalankan aksi-aksi untuk menyesuaikan diri dengan dampak perubahan iklim yang telah terjadi sekaligus mempersiapkan diri untuk dampak-dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Mengapa adaptasi perubahan iklim menjadi penting?

Karena menurut UN Environment Programme (UNEP), upaya kita untuk mengurangi emisi karbon sudah tidak lagi cukup untuk menghentikan terjadinya dampak negatif perubahan iklim. Negara dan masyarakat di berbagai belahan dunia harus bersiap menghadapi dampak iklim yang berubah dan bumi yang semakin panas. Berbagai dampak negatif telah dirasakan masyarakat di seluruh dunia dalam bentuk meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem, mulai dari gelombang panas (heatwave), kekeringan panjang, banjir, badai, topan, dan kebakaran hutan dan lahan. Belum lagi berbagai konsekuensi yang mengikutinya seperti meningkatnya bencana alam maupun non-alam, gangguan kesehatan, kerusakan infrastruktur, kerusakan ekosistem, kekurangan pangan, dan lain sebagainya.

Siapa saja yang rentan terkena dampak perubahan iklim?

Siapapun berpotensi terdampak akibat dan efek perubahan iklim. Akan tetapi, kelompok rentan seperti masyarakat adat, perempuan, kelompok miskin, penyandang disabilitas, orang dengan gangguan kesehatan, lansia dan anak-anak akan merasakan dampak yang lebih berat akibat kerentanan sosial mereka yang lebih tinggi di dalam masyarakat. 

Masyarakat adat, petani, dan nelayan, misalnya, sangat rentan dampak krisis iklim karena penghidupan dan sumber mata pencaharian mereka sangat bergantung pada alam. Kelompok miskin sangat rentan dari sisi kesehatan, ketersediaan pangan, dan seringkali tinggal di wilayah rawan bencana. Lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas rentan dari sisi kesehatan serta seringkali sulit menyelamatkan diri ketika terjadi bencana akibat krisis iklim. Sementara itu, perempuan, terutama di pedesaan, pesisir, atau wilayah kumuh seringkali dilekati beban majemuk untuk memastikan keberlanjutan pangan, ketersediaan air, dan kesehatan di dalam keluarganya sehingga lebih rentan terhadap dampak krisis iklim terhadap air, pangan, dan perekonomian.

Akibat krisis iklim, beberapa sektor utama sangat rentan terdampak yakni sektor sumber daya air, ketahanan pangan dan pertanian, kesehatan, pemukiman, infrastruktur, energi, kehutanan serta pesisir, kelautan dan perikanan. Pada sektor air, adanya dampak penurunan ketersediaan air baik air permukaan maupun air tanah bahkan kelangkaan sumber air untuk mencukupi kebutuhan akan air bersih dan air minum. Salah satu wilayah di Indonesia yang telah diterjang krisis ini adalah Nusa Tenggara Timur. Di musim kemarau ini, beberapa daerah di provinsi tersebut mengalami kekeringan ekstrem yakni Ende, Kupang, Sikka, Sumba Timur, Sabu Raijua, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, Belu, dan Kota Kupang. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahkan telah mengeluarkan laporan yang memperingatkan bahwa Pulau Jawa akan kehilangan hampir seluruh sumber air bersihnya pada tahun 2040.

Sektor pangan dan pertanian juga termasuk paling rentan yang menyebabkan produksi pertanian menurun karena meningkatnya hama, kekeringan dan pola musim yang berubah-ubah dan sulit diprediksi. Pada sektor kesehatan, jelas sekali bahwa meningkatnya penyebaran penyakit dan virus seperti penyakit malaria, demam berdarah, dan diare. Sementara itu, akibat cuaca dan iklim ekstrem berdampak pula pada rentan dan berisikonya wilayah pemukiman dan infrastruktur dari ancaman banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung serta kenaikan muka air laut. Dengan kenaikan suhu permukaan laut juga berdampak pada rusaknya terumbu karang (coral bleaching) dan migrasi ikan di laut sehingga wilayah tangkapan ikan semakin jauh. Kenaikan muka air laut menyebabkan terjadinya abrasi pantai, banjir rob dan intrusi air laut sehingga berdampak pada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Apa bentuk-bentuk konkret adaptasi perubahan iklim?

Bentuk aksi adaptasi perubahan iklim sangat beragam tergantung kondisi dan situasi sebuah wilayah. Beberapa contoh aksi adaptasi antara lain menggunakan sumber daya air secara lebih efisien, menyesuaikan aturan pembangunan gedung dengan kondisi iklim dan cuaca ekstrem, membangun tanggul untuk menahan banjir, mengembangkan tanaman pertanian tahan hama, membuat koridor perlintasan migrasi satwa, dan lain sebagainya. Contoh lain adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi musim karhutla (kebakaran hutan dan lahan) yang lebih panjang, mengatasi dampak kenaikan muka air laut yang menenggelamkan pesisir, menyesuaikan rencana penanggulangan bencana dan rencana kesehatan umum dengan cuaca yang semakin ekstrem, melindungi petani dan suplai bahan pangan dari dampak perubahan iklim, melindungi kualitas udara, memprioritaskan aksi untuk melindungi kelompok rentan seperti masyarakat adat, kelompok miskin, dan sebagainya, mempersiapkan diri untuk melakukan relokasi.

Apa komitmen pemerintah Indonesia terkait adaptasi perubahan iklim?

Dalam NDC Pertama Indonesia yang diserahkan kepada UNFCCC pada tahun 2016, adaptasi menjadi salah satu bagian dari komitmen iklim Indonesia. Aksi adaptasi Indonesia bertujuan untuk memperkuat ketangguhan iklim, yang terdiri dari tiga aspek, yaitu ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan penghidupan, dan ketahanan ekosistem dan lanskap.

Sumber: Paparan Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim, 2019

 

Aksi adaptasi terkait ketahanan ekonomi mencakup pertanian dan perkebunan berkelanjutan, pengelolaan DAS terintegrasi, penurunan deforestasi dan degradasi hutan, konservasi lahan, pemanfaatan lahan terdegradasi untuk energi terbarukan, dan perbaikan efisiensi energi dan pola konsumsi.

Aksi adaptasi terkait ketahanan sosial dan sumber penghidupan mencakup peningkatan kapasitas adaptasi melalui sistem peringatan dini, kampanye kesadaran publik secara luas, dan program kesehatan masyarakat, pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan lokal untuk mengamankan akses kepada sumber daya alam utama, mengakselerasi program kesiapsiagaan menghadapi bencana dalam rangka pengurangan risiko bencana, identifikasi wilayah sangat rentan dalam perencanaan dan tata guna lahan, peningkatan permukiman masyarakat, penyediaan kebutuhan dasar dan pembangunan prasarana tahan iklim, serta pencegahan dan resolusi konflik. 

Aksi adaptasi terkait ketahanan ekosistem dan lanskap mencakup konservasi dan restorasi ekosistem, perhutanan sosial, perlindungan kawasan pesisir, pengelolaan DAS terintegrasi, dan kota berketahanan iklim. 

Selain itu, ada pula kondisi yang akan mendukung ketahanan iklim, yaitu kepastian dalam perencanaan dan tata guna lahan, ketahanan tenurial, ketahanan pangan, ketahanan air, dan energi terbarukan.

Sumber: Paparan Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim, 2019

Adaptasi Perubahan Iklim dalam Updated NDC
Hingga artikel ini ditulis, dokumen Updated NDC Indonesia belum dapat diakses secara publik. Akan tetapi, pemerintah telah mengumumkan peningkatan ambisi adaptasi perubahan iklim dalam Updated NDC yang akan diserahkan kepada UNFCCC tahun 2020 ini. Dokumen Updated NDC ditingkatkan dari sisi adaptasi dengan memuat rincian mengenai program, strategi, dan aksi untuk mencapai ketahanan ekonomi, sosial, mata pencaharian (livelihood), dan lanskap.
Bagaimana rencana aksi pemerintah Indonesia terkait adaptasi perubahan iklim?

Untuk menjalankan adaptasi perubahan iklim, Indonesia telah memiliki Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) yang dikeluarkan tahun 2014. Pemerintah juga telah menyusun sistem informasi untuk menunjang aksi adaptasi menuju ketahanan iklim, yaitu SIDIK (Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan) serta mengembangkan Program Kampung Iklim (ProKlim) sebagai program nasional untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat untuk memperkuat kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta untuk memberikan pengakuan terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan masyarakat.

Peraturan terkait adaptasi perubahan iklim

Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 33 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.7/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2018 Tentang

Pedoman Kajian Kerentanan, Risiko, Dan Dampak Perubahan Iklim

Peraturan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim No.P.1/PPI/SET/KUM.1/1/2018 Tentang Pedoman

Penilaian Registrasi Pakar Terkait Adaptasi Perubahan Iklim

 

Peraturan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim No.P.2/PPI/SET/KUM.1/1/2018 Tentang Pedoman

Fasilitasi Penyusunan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim di Daerah

 

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No.P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 tentang Program Kampung Iklim

 

Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim No. P1/PPI/SET/KUM.1/2/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Kampung Iklim

Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim No. P5/PPI/SET/KUM.1/12/2017 tentang Pedoman Penghitungan Emisi Gas Rumah Kaca untuk Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Berbasis Masyarakat

Referensi

Daisy Simmons, “What is climate change adaptation, and why does it matter?” diunduh dari https://yaleclimateconnections.org/2019/12/what-is-climate-change-adaptation-and-why-does-it-matter/

 

Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim, “ProKlim – Perhutanan Sosial: Perubahan Perilaku untuk Mendukung Upaya Pengendalian Perubahan Iklim,” 2019.

Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, “Arah Kebijakan dan Sasaran Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia,” disampaikan di Jakarta pada 24-25 April 2018, diunduh dari ditjenppi.menlhk.go.id

European Commission, “Adaptation to climate change,” diunduh dari https://ec.europa.eu/clima/policies/adaptation_en

Nur Masripatin, Presentasi Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu dalam Webinar mengenai Updated NDC pada 13 April 2020

“Socially vulnerable groups sensitive to climate impacts,” diunduh dari https://www.climatejust.org.uk/socially-vulnerable-groups-sensitive-climate-impacts

United Nations Environment Programme, “Climate Adaptation,” diunduh dari https://www.unenvironment.org/explore-topics/climate-change/what-we-do/climate-adaptation

United Nations Environment Programme, “Facts about the Climate Emergency” diunduh dari https://www.unenvironment.org/explore-topics/climate-change/facts-about-climate-emergency

“What do adaptation to climate change and climate resilience mean?” diunduh dari https://unfccc.int/topics/adaptation-and-resilience/the-big-picture/what-do-adaptation-to-climate-change-and-climate-resilience-mean